Jumat, 29 Januari 2016

Ulil Albaab, Menemukan cahaya untuk memahami kehendak Alloh

Salah dan benar adalah sebuah kepastian,
Ia berdua melingkar dalam setiap sendi kehidupan manusia
Ia ibarat kutup positif dan negatif
Yang apabila dikaitkan dan diletakkan dengan ketepatan, ia akan memancarkan cahaya

Wa laa talbisul khaqqo bil-bathil,
"Dan janganlah engkau campur baurkan kebenaran dengan kebthilan"

Yang saya maksudkan salah dan benar dalam paragraf yg paling atas adalah salah dan benar dari sisi manusia
Salah dan benar yg dilemparkan oleh manusia satu kepada manusia lain adalah sebuah perspektif pribadi
Sudut pandang sempit antar individu ataupun antar komunitas
Yg notabene melihat dari satu sudut pandang saja.

Jika kita berani beranjak dari sudut pandang yg sempit menuju sudut pandang yang lebih luas
Tentu akan kita dapati sebuah pemandangan baru yg lebih luas pula dan lebih mencerahkan

Sudut pandang salah benar dalam sisi manusia ibarat kutub negatif dan posisitif dalam sebuah rangkaian listrik
Jika kita tepat menyatukannya
Ia akan memancarkan pijaran cahaya
Meskipun cahaya yg dipancarkan adalah penjelmaan dari sebuah panas.

Panas adalah simbol egoisme manusia
Yg tak pernah ingin tertandingi oleh manusia lain.
Tatkala kita hendak menyatukan benturan faham yg seolah negatif dari luar, dengan faham yg kita anggap positif dalam diri kita sendiri,
Tentu tidak dapan kita pungkiri,
Disanan akan muncul desiran panas egoisme yg muncul.

Oke,,, sebagaimana lampu
Badan kita, pikiran kita, akal kita, nurani kita
Adalah lampu itu.
Kita abaikan percikan panas dari ego kita.
Lambat laun cahaya itu akan nampak jelas.
Inilah yg biasa kemudian disebut nurul-aqli atau ulil albab yg sering disebut sebut dalam al-qur'an

Cahaya itu dapat kita manfaatkan untuk memahami "al-haqqo wal bathil"
Dari sudut pandang ilahiah.
Firman Alloh dalam al-qur'an,
"Wa laa talbisul haqqo bil bathil"

Bagaimana mungkin kita memahami sudut pandang ilahiah?
Sedangkan sampai detik ini kita berada di sisi manusia?
Itulah kesadaran yg hendak di usik oleh Alloh melalui sebutan sebutan "Ulil-Albab, Ulin Nuhaa, yu'qilun" di dalam al-Qur'an yg Alloh turunkan kepada baginda nabi s.a.w

Selama kita tidak dapat menyadari hal hal tersebut di atas,
Selama kita tidak mau menyatukan kutub negatif dan positif itu di dalam wadah yg kita sebut lampu,
Selama kita enggan menerima hal hal negatif dari luar, untuk kemudian kita temukan dengan hal yg kita anggap positif sesuai pandangan kita.
Tentulah tak akan pernah muncul pancaran cahaya dari akal yg demikian dimuliakan oleh Alloh sebagaimana termaktub dalam al-qur'an.

Seba'da cahaya itu muncul, barulah kita dapat memahami dan memilah dengan sudut pandang ilahiah
Dan dari pengenalan yg jelas itulah baru kemudian kita dapat memilah al-haqqo wal bathil sebagaimana yg dimaksudkan dalam al-qur'an

Karena sungguh tanpa cahaya itu,
Kita tak akan benar benar paham mana yg haq dan mana yg bathil
Terlebih di zaman yg serba simpang siur seperti saat ini.
Terkadang apa yg kita anggap benar, justru salah
Dan sebaliknya apa yg kita kita kira salah justru benar.

Semoga kita benar benar dapat memahami maksud maksud Alloh dan memahami yg haq dan yg bathil sesuai dengan Alloh kehendaki....

Wassalamu 'alaikum....

0 comments:

Posting Komentar

Paling Sering Diakses

Bersikap Menerima Ketika Dalam Keadaan Fasik

 فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا "Maka Alloh mengilhamkan kepadanya (jiwa) kefasikan dan ketakwaan" [Q.S. Asy-Syams : 8] sej...