Tentang Kemerdekaan

Yang paling sejati dari kemerdekaan adalah posisi di mana kita selesai dari batasan batasan diri kita yang muncul karena persepsi kita sendiri sendiri.

Energi Semesta Adalah Jumbuh Dengan Manusia

Seluruh Elemen Semesta Telah Manunggal dalam diri kita semua tanpa terkecuali, dan satu kunci untuk mengaksesnya adalah kesadaran anda.

Titik Agung Peradaban

segala sesuatu memiliki akar, maka akar dari peradaban yang gemilang adalah.....

Minggu, 01 Oktober 2017

Jam'iyatud-Daim, refleksi sholat berjamaah

Bismillahirrohmanirrohim
Di dalam khazanah islam, kita sama sama paham bahwa ada satu amaliah yang cukup diutamakan. Yang mana amaliah tersebut akan menjadi penentu baik buruknya amaliah kita yang lainnya.
Bahkan suatu ketika, baginda nabi s.a.w menyatakan bahwa amaliah tersebut adalah menjadi tiangnya agama. Amaliah ini yg dimaksud adalah sholat.

Beranjak dari sholat baik secara lahiriyah berikut dengan tatanan fiqhnya, maupun secara bathiniah yg dapat kita pelajari melalui disiplin keilmuan tasawuf, kita akan menemukan bahwa sholat ini penerapannya memanglah sangat luas.
Secara nilai,  Fiqh sholat ternyata tidak melulu berlaku hanya pada kondisi kondisi tertentu (sholat nawafil) saja.
Melainkan juga dapat kita terapkan dalam segala lini kehidupan.
Yaa memang demikianlah sholat, sehingga sampai disebut sebagai penentu kebaikan hampir seluruh amaliah kita di hadapan Alloh

Sebagai contoh adalah dalam perilaku spiritual / suluk / tasawuf, tentu esensi sholat adalah untuk mencapai kesadaran hubungan kita dengan Alloh (...... Aqim ash-sholat lidzikri......)
Setiap sendi syarat rukun sholat ternyata memang memiliki nilai nilai nya masing masing. Seperti bagaimana menerapkan kesungguhan takbir di dalam keseharian, bagaimana berada dalam keadaan jumeneng tegak lurus menghadapkan wajah kepada Alloh, bagaimana bersujud dalam perilaku sehari hari, dan lain sebagainya.

Pun ternyata perihal ini tidak hanya berhenti pada keadaan sholat yg munfarid / sendiri saja. Nilai nilai sholat secara berjamaah pun dapat kita terapkan di dalam kehidupan sehari hari kita. Mengingat sabda nabi s.a.w, "sholat seseorang secara berjamaah adalah lebih utama daripada sholatnya sendirian selama 40 tahun", maka sudah sepatutnya kita juga selalu berada dalam kondisi berjamaah dalam segala hal.

Kalau para ulama sepuh dahulu meninggalkan warisan Sholatud-Daim, yakni sholat yg berkepanjangan. Kita sekarang dapat memperluas cakrawala pandangan kita menuju sholat berjamaah yg berkepanjangan pula.
Karena sesungguhnya mistahil umat islam akan kuat jika tanpa berjamaah. Maka sudah sangat jelas esensi daripada wanti wanti nabi s.a.w ketika beliau menegaskan agar kita, umat beliau tetap berada di dalam jamaah. Dan tentu jamaah yang beliau maksud ini adalah jamaah yg serupa dengan organisasi.
Meskipun bentuknya lebih fleksibel.

Oke mari sekarang kita pelajari lalu praktikkan sikap berjamaah sebagaimana yg beliau s.a.w maksud dalam keseharian.
Berbicara tentang jamaah tentu ada dua poin penting yang ada di dalam kelompok / jamaah. Yakni adanya imam dan makmum, adanya umaro / pemimpin dan yang dipimpin. Jika Pada zaman nabi s.a.w, imamnya adalah beliau sendiri yang langsung ditunjuk oleh Alloh s.w.t. makmumnya adalah muslimin dan mukminin sekalian. Maka saat ini adalah kita bermakmum kepada sesiapa yg telah kita percaya untuk menjadi imam.

Berangkat dari situ mari kita mulai memerankan apa yg semestinya kita perankan. Yakni menjadi makmum yang baik.
Sejak kita berada di tingkat sekolah dasar, Madrasah Ibtidaiyah, atau ketika kita ngaji bab sholat di TPQ TPQ Diniyah, kita sama sama tahu bahwa salah satu keharusan bagi makmum adalah mengikuti gerakan imam dan dilarang mendahului gerakan imam.
Kalaupun terlanjur mendahului gerakan imam, sebaiknya kita tidak lantas menyempurnakan rukun sholat yg berikutnya dahulu sebelum imam menyempurnakan rukun sholat yg seharusnya.

Demikian pula dalam berjamaah di masyarakat atau ormas atau organisasi manapun. Imam sudah ada, makmum sudah ada. Tinggal jalan. Yang sedang menjadi imam semestinya menjalankan dengan baik kewajiban kewajiban bagi seorang imam. Yang jadi makmum pun sudah seharusnya menjadi makmum yang baik.

Di sini berlaku firman Alloh, "athi'ulloh wa athiurrosul wa ulil amri minkum".
Kalau sebagian kita sedang dalam keadaan tidak enak hati dengan sang imam. Entah cemburu entah faktor apa saja yg menyebabkan kita sakit hati terhadap imam yg telah dipilih oleh anggota jamaah yg ada, sebaiknya kita segera menepis rasa sakit hati tersebut. Se-dongkol apapun kita terhadap sosok imam, kita musti bijak dalam menyikapi kondisi yg ada. 

Contoh dalam praktiknya jamaah sholat, sekalipun hati anda sedang dongkol dengan imam sholat saat itu, tetap saja anda musti mengikuti gerakan gerakan imam. Kalau ndak mau ya lebih baik keluar dari shof dan shokat sendiri. Yang seperti itu lebih menyelamatkan diri anda sendiri. Namun anda akan terlepas dari keutamaan berjamaah sebagaimana yg diwasiatkan oleh nabi s.a.w di atas, dan anda jadi menyelisihi wasiat nabi karena beliau lebih suka melihat ummatnya dalam keadaan berkelompok atau berjamaah, pun Alloh juga lebih suka dengan jamaah.

Oke kita lanjutkan, kenapa kita musti menepis ketidak sukaan hati kita dan harus manut patuh dengan imam yg kita sendiri tidak cocok dengannya?
Yang pertama Karena sejatinya jamaah adalah sebuah metode ilahiah.
Sebagaimana tertuang dalam Q.S al-fajr ayat 29, "fadkhulii fi 'ibadii" yang oleh para ulama telah disepakati tafsirnya bahwa itu adalah panggilan Alloh untuk masuk ke dalam jamaah hamba hambanya {lihat tafsir jalalain}

Sebuah metode yang dirancang oleh Alloh untuk menepiskan ego / nafsu kita sebagai manusia.
Kita berada di sini adalah bukan untuk menonjolkan keegoan kita, melainkan untuk menipiskan ego kita sehingga kita bisa menjadi ummatan wasathon yang saling berkasih sayang, bukan saling bercerai berai.

Al-An'am (الأنعام) / 6:12

قُلۡ لِّمَنۡ مَّا فِی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ قُلۡ لِّلّٰہِ ؕ کَتَبَ عَلٰی نَفۡسِہِ الرَّحۡمَۃَ ؕ لَیَجۡمَعَنَّکُمۡ اِلٰی یَوۡمِ الۡقِیٰمَۃِ لَا رَیۡبَ فِیۡہِ ؕ اَلَّذِیۡنَ خَسِرُوۡۤا اَنۡفُسَہُمۡ فَہُمۡ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ

Katakanlah: "Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi". Katakanlah: "Kepunyaan Allah". Dia telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang. Dia sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya. Orang-orang yang meragukan dirinya mereka itu tidak beriman.

Kita yang telah mengaku beriman dan berikrar islam, sudah semestinya menepiskan segala bentuk kecemburuan sosial di dalam hati kita masing masing. Dalam bentuk apa saja. Ya media belajar yg paling efektif untuk menepiskan segala bentuk rasa sakit hati sehingga berubah menjadi kasih sayang adalah dalam jamaah / organisasi / keluarga dan semacamnya.

Kenapa saya katakan demikian, karena kasih sayang adalah merupakan indikasi mutlak dari Alloh atas keimanan kita terhadapNYA dan juga refleksi kecintaan kepada nabiNya s.a.w, sebagaimana tertuang dalam Q.S maryam : 96

اِنَّ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ سَیَجۡعَلُ لَہُمُ الرَّحۡمٰنُ وُدًّا

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.

Wallohu'alam bishshowab
Semoga secarik tulisan ini bisa menyadarkan kita tentang pentingnya pengikisan ego diri kita. Jamaah apapun yg kita sedang ada di dalamnya, mari kita gunakan ia sebagai wasilah atau jalan kita untuk mencapai keridhoan Alloh s.w.t

-----------------
Al-Mumtahanah (الممتحنة) / 60:7

عَسَی اللّٰہُ اَنۡ یَّجۡعَلَ بَیۡنَکُمۡ وَ بَیۡنَ الَّذِیۡنَ عَادَیۡتُمۡ مِّنۡہُمۡ مَّوَدَّۃً ؕ وَ اللّٰہُ قَدِیۡرٌ ؕ وَ اللّٰہُ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ

Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. Dan Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

-------------
Al-Ma'idah (المائدة) / 5:35

یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ وَ ابۡتَغُوۡۤا اِلَیۡہِ الۡوَسِیۡلَۃَ وَ جَاہِدُوۡا فِیۡ سَبِیۡلِہٖ لَعَلَّکُمۡ تُفۡلِحُوۡنَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.

Kamis, 28 September 2017

Alloh diluar Alam

Bismillahirrohmaanirrohim........

Tulisan ini sebenarnya untuk mengungkapkan saja apa yang sempat dipertanyakan oleh beberapa sahabat seperjalanan.

Kita telah sama sama belajar berjalan kehadiratulloh secara berjamaah maupun sendiri sendiri
Dikarenakan ini adalah wilayah yang rahasia, yakni hanya pejalan sendiri yang memahami sampai mana perjalananannya.
Maka tentu ada beberapa sahabat yg telah benar benar lepas landas dari ragawinya hingga lepas dari alam semesta
Ada yang justru masih terjebak dalam ranah analogi fikir yang hampir tampak seperti nyata spiritual
Namun ternyata masih berupa khayalan.

Masih berada dalam rongga rongga kosong semesta.

Sahabat..........
Terkait pertanyaan klasik yg terus berulang hingga saat ini
Yakni Di Mana Alloh?
Maka tentu masing masing kita akan menemukan pemahamanny masing masing sesuai kadar perjalanan dirinya
Bagi yang tidak berjalan sama sekali dalam wilayah spiritual, atau tidak tertarik dengan perjalanan suluk,
Tentu pemahaman yang sebatas riwayat 'katanya' bin 'katanya' itu saja sudah cukup.
Yang kelak kemudian selesai dan berhenti pada lahirnya ilmu ma'rifat atau yg familiar dengan istilah ma'rifatulloh bil-'ilmi atau ilmul-yaqin.
Tahu tentang esensi dan keberadaan Alloh berdasar litelatur dan disiplin disiplin ilmu semata.
Tidak salah juga bagi mereka yg mengambil sikap demikian.

Dan telah cukup banyak riwayat yg menjelaskan tentang keAdaan Alloh.
Yang lalu dirumuskan dalam sifat 20, dirumuskan dalam penjabaran ma'rifatul-asma, ma'rifatul-fi'li (af'al), ma'rifatush-shifat, dlsb.
Semua yang telah dijelaskan oleh para ulama sepuh melalui metode metode penyelarasan pikiran semacam itu adalah benar.

Namun bagi sebagian orang pula,
Tentu ada terusik kesadarannya untuk menempuh jalan penyaksian
Sehingga pengetahuannya kepada Alloh tidak sebatas berhenti dalam khazanah katanya bin katanya, ilmul-yaqin semata
Ada sebagian yg tergerak untuk menyaksikan tentang apa yg telah ia peroleh dari pernyataan para ulama
Sehingga sampailah ia pada tataran / maqom / wilayah penyaksian.
Atau yg sering kita kenal dengan 'ainul yaqin.

Sahabat.........
Wilayah ainul yaqin adalah wilayah dimana anda, kita, benar benar menyaksikan realitas yang ada
Bukan lagi berupa analogi pikir
Atau sekedar tebak menebak
Bahkan sekedar menerima pernyataan yg terluap dari para guru dan masyayikh kita.

Terkadang luapan penyaksian seseorang itu benar namun karena keterbatas kosakata yg ada, maka luapan tersebut menjadi 'blur' bagi pendengar yg masih berada dalam tataran ilmul-yaqin
Seperti halnya pernyataan "Alloh ada di luar alam semesta" tentu saja hal ini secara sekilas akan bertentangan dengan pemahaman bahwa Alloh ada di mana mana.

Kejadian seperti ini tidak akan selesai hanya dengan klarifikasi secara tutur tinukar semata.
Hal semacam ini perlu benar benar kita jalani dan bertanya / minta petunjuk langsung kepada Alloh
Sekiranya hal ini benar tentu akan ditunjukkan oleh Alloh realitasNya
Pun sekiranya pernyataan yg mengusik kita itu salah, Alloh akan menunjukkan realitas yang sesungguhNya.

Sebagai contoh, kita kembali ke dalam pembahasan semula, yaitu di Mana SesungguhNya Alloh berada
Maka dengan tegas saya akan mengatakan, "Alloh ada di luar alam semesta ini".

Tentu akan ada yg bertanya, "bagaimana bisa?  Bukankah DIA sendiri menyatakan bahwa DIA lebih dekat dengan urat nadi kita? dan bahkan DIA juga menyatakan bahwa kemanapun kita menghadap, di situ kita dapati wajahNYA."

Sahabat,,,,,,, kiranya perlu kita sadari bersama bahwa apa yg kita saksikan sebagaimana dalam pertanyaan di atas sesungguhnya adalah ilmuNYA, af-alNYA dan ShifatNYA.
DIA ada di luar ruang dan waktu hingga alam semesta.
Kalau kita melihat cahaya, realitas yg kemana mana kita lihat adalah sinarnya.
Pancarannya. Cahayanya.
Sejatinya partikel partikel cahaya itu jika kita amati lebih jauh, ia tidak berada pada apa yg semula kita kira sebagai cahaya.

Kalau kita bicara tentang di mana Alloh berada.
Setidaknya ada satu firmanNya yg secara global telah memberikan permisalan keberadaanNya.
Yakni di dalam al-Qur'an Surah an-nur ayat 35
Di situlah permisalan yg paling mendekati realitas keberadaanNya.
ayat yg menyebutkan tentang keadaan pelita di dalam misykat yg tak tembus ini adalah menggambarkan tentang diriNYA yg ada di luar segala bentuk bentuk materi sekaligu di balik segala sesuatu

Tentu tidak ada permisalan yg lebih detail lagi dari ini, atau singkat kata saya belum pernah menemukan permisalan tentang keadaanNya yang lebib mendekati kenyataan yg ada secara rinci melebihi gambaran di dalam ayat ini.
Sedangkan firmanNya yg lain tentang persemayamanNya di atas arsy sekaligus lebih dekat adalah dengan kita adalah sebagian dari kebulatan total qs.an-nur:35

Kalau anda bersuluk, dalam tataran tertentu anda akan sampai pada kesadaran dimana diri anda sejatinya adalah bukan diri anda yg berbentuk fisik ini
Melainkan diri yg abstrak, ada didalam sekaligus diluar
Dikatakan di dalam raga fisik, tapi terkadang kita justru dapat melihat raga fisik kita dari sudut ketinggian
Maka Alloh saya katakan juga Maha Abstrak, menyatakan di dalam misykat yg tak tertembus, yg lebih dekat dari urat nadi kita sendiri. Namun secara lebih dalam ternyata itu hanya semacam pintu gerbang untuk memasuki dimensi alam lahut / alam ilahiah
Yang mana tak tersentuh oleh jisim jisim materiil.
Lepas dari alam semesta sebagaimana yg selama ini tampak sebagai perbendaharaan nyata
Di alam lahut tersebut pun ternyata kita dapat menyaksikan secara haqq bahwa alam lahut benar benar berada di luar alam nasut/kebendaan/alam semesta.

Maka berlakulah sabda nabi yang mulia s.a.w, "sholat itu adalah mi'rojnya kaum mukminin". Sebuah metoda suluk yg dirancang oleh Alloh untuk hamba hambanya yg beriman dan mendambakan perjumpaan sekaligus persaksian agung dengan diriNYA.
Di sini ilmul'yaqin itu tidak berlaku atau justru penyaksian ini menjadi penguat / penegasan / penunjuk kebenaran atau kekeliruan dari segala keilmuan yg pernah kita pelajari.

Senin, 14 Agustus 2017

Ridho dan Ikhlas

Sering saya ungkapkan di dalam blog ini
Bahwa takaran dan alat ukur itu penting untuk menemukan kebenaran dalam menanggapi informasi yang ada
Kalau saya ngomong tentang Roda
Jangan asal dianggap setiap roda itu adalah roda motor.
Kecuali kalau anda benar benar telah menyimak secara kontinyu bahwa topik kita pada saat membicarakan roda itu adalah berkaitan dengan motor.

Wallohu'alam
Itu sekedar muqoddimah saja di awal tulisan ini.

Sahabat sekalian......
Beberapa diantara kita mungkin ada yg masih memerlukan sedikit uraian tentang apa itu yang disebut dengan Ridho dan apa itu yang disebut dengan Ikhlas.

Kalau anda sudah berada di dalam wilayah kesadaran ilahiah
Yaitu sadar total akan hubungan anda dengan Alloh, tentu ridho dan ilhlas ini adalah sesuatu yg sudah tidak rancu
Namun bagi beberapa sahabat dan saudara kita yg kebetulan masih terjebak dalam ranah fikiran
Dan sedang dalam perjalanan menfitrahkan kembali fikirannya
Tentu ini adalah sesuatu yg penting

Sahabat.........
Ridho dan Ikhlas ini sejatinya adalah sama, namun karena penerapannya saja yang kemudian menyebabkan dalam penyebutannya tampak beda

Ridho adalah posisi menerima yang disertai kesadaran secara mendalam bahwa yang diterimanya adalah benar benar dari Alloh (min-Alloh)
Ikhlas adalah posisi melepaskan / mengeluarkan sesuatu yang semula melekat pada diri kita. Dan tentunya dibarengi dengan kesadaran penuh bahwa yang pertama kali menerima apa apa yg kita lepaskan adalah Alloh (ilalloh)
Sehingga kedua hal tersebut akan membuahkan kesadaran secara mendalam bahwa hubungan kita dengan Alloh adalah benar benar sangat dekat (ma'alloh)

Kalau anda sedang berada dalam posisi apapun saat ini, maka sikap yg anda ambil tentu adalah ridho, sedangkan saat anda melepaskan apa saja yg sebelumnya sempat ada di dalam lingkupan diri anda, sikap yg sangat perlu anda ambil adalah ikhlas.

"Lho mas, kalau begitu bagaimana dengan adanya sikap ikhlas menerima dan rela/ridho memberikan?"

Sebenarnya itu adalah sikap yg sama, hanya saja penggunaan katanya yg sedikit mangalami kerancuan.
Ikhlas menerima ya sebenarnya Ridho itu sendiri
Sedangkan rela/ridho memberikan adalah ikhlas itu sendiri

Kalau anda secara pribadi paham bagaimana model ikhlas menerima tentunya anda paham apa yg dimaksud ridho
Begitupun sebaliknya

Wallohu'alam, saya selesai di sini dahulu, semoha bermanfaat
(Di sini sudah Isya')

Suluk adalah......

Secara bahasa suluk berarti perjalanan, secara budaya maupun tradisi, suluk dapat dipahami sebagai perjalanan jiwa.
Sedikit berbeda dengan thoriq yang juga jalan namun lebih condong ke ranah fisik / materi.
Shiroth adalah medianya atau jalannya.

Suluk adalah perjalanan jiwa
Dimana yang bergerak untuk melakukan perjalanan adalah jiwanya
Bukan raganya, bukan fisiknya lagi terlebih egonya
Ego sendiri adalah percikan dari momentum gerak fisik yg teradiasi oleh gerak angan angan / fikir.
Angan angan ini timbul karena efek tangkapan panca indra yang beradu padu di dalam memori otak yang kemudian juga kita sebut dengan fikiran.
Kebiasaan aktifnya fikiran dalam hal menangkap berbagai macam informasi dari panca indra ini lantas terbawa secara bebas dalam bentuk imajinasi
Ini lah cikal bakal angan angan

Thoriq, adalah perjalanan atau tahapan yang melibatkan unsur jasad termasuk fikiran
Terkadang lisan, jari jemari, hingga pikiran dipusatkan pada satu titik temu yang disebut dengan wirid.
Yakni melafalkan bacaan tertentu untuk menggerakkan ranah pikirnya dan raganya untuk mencapai satu kondisi ketertataan.
Secara simpel bisa kita katakan bahwa thoriq adalah proses penataan pikiran
Agar ia ia tidak liar dalam berkhayal atau berimajinasi atau berandai andai atau berangan angan.

Shiroth adalah bentuk jalannya
Ada yang menggunakan jalan sholawat, wirid asmaul husna, tasbih tahmid takbir, tahlil dan lain sebagainya.

Kembali lagi
Sedangkan suluk adalah diluar sekaligus di dalam itu semua
Atau sudah tidak terlepas dan terbebas dari itu semua
Jika thoriq yang ditekankan adalah penataan pikiran
Maka suluk adalah sudah selesai dari penataan pikiran
Atau langkah selanjutnya yg dilakukan setelah pikiran itu tertata sebagaimana mestinya/ sesuai fitrahnya

Suluk, yang digerakkan adalah jiwanya
Bukan lagi pikirannya.

Maka kalau anda menemui orang yang penuh dengan analogi pikir yg luar biasa ribetnya, dia sedang dalam proses pergerakan pikir.
Dimana dia sedang dalam tahap pencarian atau dengan kata lain sedang mensinkronkan pikirannya atas berbagai informasi yang masih belum jelas baginya apanya itu suatu capaian kebenaran ataukan bukan.

Orang orang suluk biasanya ia akan lebih damai atas berbagai bentuk nalar fikir.
Karena sudah bukan wilayahnya untuk berbelit belit dalam ranah pikiran lengkap dengan analogi analoginya.

Pikiran, fitrahnya adalah untuk menangkap bentuk perintah atau kehendak dari si jiwa.
Si jiwa pergerakannya adalah menuju Alloh. Sang Penguasa Sejati
Robb semesta Alam
Yang meliputi segala ruang dan waktu
Yang mengkondisikan berbagai macam keadaan
Dengan kata lain
Jiwa, fitrahnya adalah memerankan apa yg telah diperintahkan oleh Alloh
Maka dia disebut sebagai khalifatulloh fil-ardhi

Oke, sampai sini semoga kita diberi kefahaman oleh Alloh.
Wallohu'alam bish-showab

Jumat, 11 Agustus 2017

Sikap Saat berhadapan Dengan Hati Yang Keras

Alloh maha kuasa atas segala galanya, termasuk menciptakan banyak hal dari sesuatu yang sama sekali berada di luar nalar logika kita.
setidaknya itu salah satu hikmah yang diungkapkan di dalam Q.S Al-Baqoroh ayat 60
digambarkan dengan lugas tentang air yang memancar dari Bebatuan Padat nan Keras.
dapat kita ambil hikmah sedikit sekiranya bebatuan itu di zaman ini atau di ranah spiritual adalah rupa daripada hati yang mengeras.
sedangkan ayat yang ke-61 dari surah al-Baqoroh menggambarkan secara gamblang tentang keingkaran / kekufuran makhluqnya ketika diberi kecukupan rizki.

beberapa hikmah dapat kita petik dari 2 ayat ini, selengkapnya dapat disimak dalam vidio di bawah ini :
semoga bermanfaat. amin

Sabtu, 05 Agustus 2017

4 Nafsu yang Satu

Dari sekian banyaknya metode pengenalan diri, ada beberapa yg mungkin dapat kita serap dan padatkan.
Bicara tentang nafsu, mungkin di dalam benak kita akan bermunculan bermacam macam persepsi yang memunculkan imajinasi berbentuk sosok sosok.
Kalau nafsunya lawwamah, sosoknya bagaimana. Nafsunya amarah bagaimana dan semacamnya.

Saya akan berangkat dari takarannya dulu.
Kalau kita bicara tentang nafsu, berarti kita musti sepakati dulu. Ini yang dimaksud adalah nafsu yang merupakan kata serapan dari bahasa arab kah? Atau nafsu yg selama ini kita pahami sebagai macam macam keinginan?
Takaran ini memang penting. Kalau saya ngomong 'kilo' dalam ranah satuan meter, lalu lawan bicara saya memahami 'kilo' dalam satuan gram. Tentu akan sangat rancu. Bahkan apabila hal ini terjadi pada dialektika konsep spiritual, akan sangat lucu jadinya.

Oke mari kita mulai.
Nafsu yang saya maksudkan di sini adalah nafsu yang berarti 'diri'.
Berangkat dari kata 'an-nafs' dalam kosakata arab.
Secara umum sebagian dari kita mungkin telah memahami adanya bermacam macam jenis nafsu. Ada yang namanya sufiyah, lawwamah, muthmainnah, amarah dlsb.
Setidaknya dari keempat nama itu saja persepsi kita mulai terkotak kotak.
Maklum kita sekarang sedang disuguhi cara berpikir yg terkotak kotak, fakultatif. Jadi sangat wajar jika pola pikir kita musti lebih pelan dan santai untuk memahami hal hal yg bersifat universal. Kesatuan, kemanunggalan, tauhid.

Empat nama yg dilekatkan pada kata 'nafsu' di atas itu sebenarnya adalah pensifatan atas tingkah polah si diri manusianya.
Diri / nafsu dikatakan ammaroh adalah ketika dia dipenuhi oleh sifat sifat yang penuh keinginan. Dimana siapapun orangnya yg dalam benaknya dipenuhi oleh berbagai macam keinginan, rata rata ia akan mengambil sikap gegabah, terburu buru, bahkan sampai suka marah marah akibat banyaknya endapan keinginan yg belum tercapai.
Nafsu / diri dikatakan sufiyah apabila dia dipenuhi kehendak untuk berbuat kebajikan, keinginan untuk mendekat kepada Alloh. Kehendak untuk beribadah dan lain semacamnya.
Dikatakan sebagai lawwamah apabila ia cenderung bersikap malas dalam hal apapun termasuk melangkahkan dirinya kehadiratulloh hingga perkara perkara duniawiyah.
Dan dikatakan muthmainnah apabila dia telah mencapai kondisi ketenangan dan ridho atau menerima setiap bentuk ketentuan dari Alloh yg berlaku atas dirinya.

Nama nama atau sebutan sebutan itu hanyalah gelar yg disandangkan kepada si pelaku saja. Sebenarnya esensinya ya satu. Diri itu sendiri.
Sama halnya ketika si-A mencuri dia akan disebut maling, apabila si-A bersedekah dia akan dikatakan dermawan, apabila si-A bertaubat lantas menjadi rajin ibadah dia dikatakan sebagai 'Abid, apabila ia enggan berbuat apapun dikatakan sebagai pemalas.
Sama halnya apabila pakde paklek saya memanggil saya dengan sebutan Donie al-Murtadho, sahabat sahabat majlis suluk menggelari saya dengan sebutan Donie Gemblung, sedangkan orang tua saya sendiri memberi nama Donie Verdyan.
Orang nya sama, namun beda penyebutannya saja.

Begitupun Alloh. Ketika DIA berfirman, "berdoalah dengan menyebut ar-Rahman atau nama nama indahKU yang lain".
Bukan berarti ar-Rahman dan ar-Rohim adalah entitas yg berbeda.
Ini adalah hal yg sangat mendasar.
Kita jangan mudah terjebak pada bentuk betuk kosakata semata.
Kesadarandan sudut pandangnya musti meluas.

Jadi jangan mengira di dalam batang tubuh kita ini ada banyak bentuk bentuk jiwa.
Jiwa kita atau diri kita ini ya satu.
Sebagaimana raga kita yg hanya satu ini.
Jiwa adalah diri atau nafsu itu sendiri.
Biar tidak rancu lagi.
Selebihnya tentang pengenalan tentang diri saya kira sudah sering saya ulas di blog ini, semoga sedikit tulisan ini bermanfaat.
Jika ada yg masih bingung silahkan hubungi saya.

Minggu, 04 Juni 2017

ROMADHON, SETAN DIBELENGGU?

Sebagian dari mungkin pernah bertanya tanya di dalam dirinya,  "konon di bulan romadhon, setan itu dibelenggu, lantas kenapa kita masih menyaksikan banyak tingkah yg 'kesetanan' di hari hari romadhon?"

Pernah tidak, kita coba menyelidiki dari mana munculnya pertanyaan yang seperti demikian itu?
Atau dari bagian mana diri kita yang tiba tiba bisa terbesit pertanyaan seperti itu?
Sebuah pertanyaan unik menggelitik yang apabila secara nalar kita cerna akan dapat membawa kita pada 2 kondisi,
1) akan membawa kita pada penguatan iman dan kebajikan
2) akan membawa kita pada kekufuran.

Saya mulai dari akibat yg berupa poin ke dua dahulu.
Kenapa kami katakan bisa sampai membawa pada keadaan kufur/ingkar?
Karena secara sekilas kita akan merasa bahwa sabda rosul yg mulia s.a.w akan tampak hambar. Seolah olah kita jadi tidak percaya dengan adanya sabda nabi s.a.w yang menyatakan bahwa di bulan romadhon, setan setan itu dibelenggu.
Secara otomatis ketika kita mulai meragukan sabda kekasih Alloh, muhammad s.a.w, kita akan terjebak pada kekufuran kepada Alloh
Sebab Alloh dan Rosululloh ini tidak pernah terpisah. Sabda rosululloh adalah merupakan khabar dari Alloh juga, hanya saja Alloh menggunakan lisan (redaksi)  kekasihNya untuk menyampaikan khabar dariNya. Tidak mengatas namakan diriNya layaknya al-qur'an al-karim.

Pada efek yg berupa poin pertama,
Adalah karena kita benar benar kemudian menulusuri pertanyaan yg secara tiba tiba membesit di dalam benak kita.
Rosululloh s.a.w tidak mungkin bohong mengenai hal sepenting ini.
Meskipun realita di lapangan banyak sifat sifat syaitaniyah yg bertebaran, kita tidak lantas semata mata meragukan sabda beliau, namun kita lantas telaah dengan sungguh sungguh.
Maka yg terjadi berikutnya pastilah siapapun anda/kita akan menemukan titik kebenaran yg klop dari pertunjukan realita yg ada dengan sabda nabi s.a.w

Oke beranjak dari sini mari kita mulai sama sama menetralkan prasangka dan nalar logika kita.
Mari kita tafakkuri bersama sama tentang sabda nabi s.a.w yg mengabarkan bahwa setan, di bulan romadhon adalah dibelenggu.

Alloh tidak serta merta mengizinkan pertanyaan seperti paragraf paling awal hinggap di benak kita.
Alloh hendak menyadarkan kita tentang realitas yg sering terlupa oleh diri kita sendiri tentang diri kita.

Kalau kita perhatikan, jika diri kita sebelum romadhon jarang kita ajak untuk berlapar lapar, lantas begitu tiba tiba kita ajak untuk berpuasa,. Seringkali kita menjadi mudah terpancing emosi hingga marah marah tidak jelas.
Dari mana itu berasal?
Kalau kita perhatikan juga, apabila ada orang orang yg melanggar suatu aturan di wilayah tertentu, lantas ia tertangkap oleh penegak hukum setempat. Kenapa kebanyakan darinya akan berontak? Baik secara lisan ataupun tindakan.
Yang terakhir, di mana sebenarnya setan itu dibelenggu?

---------------
Dari ketiga clue di atas, semoga dapat menjadi pemicu kesadaran kita bahwa ada bagian dari diri kita yg sangat perlu untuk difitrahkan, dikembalikan kepada Alloh.

Suatu ketika nabi s.a.w bersabda, "sesungguhnya setan berjalan pada pembuluh darah di tubuh anak adam. Maka sempitkanlah jalannya dengan lapar"

Nah, sudah jelas bukan??!

Sekian dahulu, di lokasi saya sudah masuk adzan dhuhur

Sabtu, 20 Mei 2017

Menemukan kebenaran

Dalam setiap perputaran zaman, selalu ada kekeruhan dan penjernihan dalam hal kebenaran.
Ada suatu masa di mana tampak terang benderang mana yg benar dan mana yg salah. Layaknya kita melihat mana kursi dan mana kopi di siang hari.
Layaknya kita mengetahui dengan jelas mana bintang dan mana bulan di saat purnama.

Namun pasti ada pula suatu zaman yang namanya kebenaran dan kezaliman itu berbaur padu hingga kita tidak dapat membedakan mana itu yg haq dan mana itu batil
Manusia seolah meraba raba tentang kebenaran dan kemudian menyimpulkan beberapa hal yg justru jauh dari kebenaran itu sendiri.
Kita memang tidak akan pernah benar benar tau mana yg sejatinya haqq dan mana yg bathil jika kita sedang berada di dalam zaman yg seperti demikian itu
Demikian buram
Bahkan mengira yg benar adalah salah dan yg salah adalah benar
Naudzubillah mindzalik
------

Maka mari kita sama sama memohon kepada Alloh untuk ditunjukkan mana yg benar (haq) dan mana yg bathil (keliru)

Alloh adalah Dzat Yang Maha berfirman
Yg menjawab Doa dari setiap hambaNya yg berdoa
Yang Maha memberi petunjuk kepada hamba hambaNya yg memang benar benar mendambakan petunjukNya.

Dalam surah Al-Baqoroh, Alloh memberi gambaran tentang Adam a.s yg diturunkan ke bumi lantas DIA mewanti wanti agar adam a.s mengikuti petunjuk (huda) Nya agar ia tidak bersedih hati dan khawatir akan berbagai hal.
Dan hal ini tidak hanya berlaku untuk sayyidina adam a.s saja
Melainkan juga berlaku bagi kita hingga saat ini bahkan keturunan kita di masa yg akan datang.
Petunjuk dariNya tidak akan pernah ada putusnya, maka dari itu kita diajari olehNya melalui lisan nabiNya yg mulai s.a.w untuk memohon kepadaNya agar senantiasa mengenali petunjukNya (ihdina ash-shirotol mustaqim) dan mematuhi seruanNya.
------------

Di zaman sekarang ini, di tengah cepatnya pertukaran informasi
Banyak sekali gambar gambar atau tulisam tulisam yg sedikit banyak telah mempengaruhi sudut pamdamg dan cara berpikir kita.
Seperti halnya gambar singkat seperti yg saya lampirkan di bawah artikel ini.

Tentang dua orang yg memperdebatkan kebenaran dari sudut pandangnya masing masing.
Kita yg menyaksikan, apalagi jika dimintai pendapat oleh kedua kubu, bagaimanakah sikap kita?
Atau seolah olah gambaran itu memberikan kesan pemikiran "jika kita masih suka memperdebatkan sesuatu hanya karena sudut pandamg kita pribadi saja, maka kita adalah sosok yg ada di dalam gambar tersebut"
"Kalau kita perluas sudut pandang kita, seolah seolah dua orang itu adalah sama sama menyatakan kebenaran atas sudut pandangnya masing masing"

Kacaunya, seringkali kita hanya akan berhenti pada kesimpulan yg kedua tersebut tanpa melanjutkan dan memperluas lagi sudut pandang kita atas sebuah problematika.
Dan saat kita mulai meluaskan jangkauan pandangan kita, kita akan mendepati tentang ketepan dan kebenaran yg nyata. (Perhatikan gambar)
-------------

Sayyidina umar r.a, ketika dihadapkan kepada persoalan kaum muslimin yg mengadukan kedzaliman tetangganya bahwa budak dari tetangganya tersebut telah mencuri untanya, dan lantas si tersangka tersebut hampir tidak mau bertanggung jawab atas kelakuan budak budaknya. Maka sayyidina umar lantas bertanya kepada si budak mengapa ia sampai mencuri unta tetangganya.
Dan dari jawaban si budak, maka sayyidina umar baru bisa memahami yg terjadi lantas memutuskan hukum / penyelesaian bagi mereka.

Sikap seperti itu adalah sikap yg tertuang dalam gambar sebelah kanan.
Seandainya sayyidina umar kala itu hanya berhenti pada sudut pandang seperti pada gambar yg pertama (hanya tampak angka 6 dari kedua sisi) maka tentulah masalah yg ada tidak akan benar benar dapat diselesaikan.
----------------

Jadi kebenaran itu sendiri sebenarnya ada tiga jenis yg dapat kita pahami dari sudut pandangnya
1) benar individual
2) benar haqiqiyah
3) benar mutlak

Yg pertama adalah benar yg dilihat dari sisi egoisentris masing masing diri kita. Apapun yg beda dari kita adalah salah.
Hal yg seperti ini yg menimbulkan banyak pertikaian antar individu maupun kelompok / golongan.
Pada dasarnya pertikaian yg ada didominasi oleh sudut pandang egoisentris kelompoknya ataupun dirinya sendiri. Hal yg semacam ini adalah cukup jauh dari kebijaksanaan dan sangat jelas menunjukkan kedangkalan pola pikir. Padahal yg bersangkutan sendiri tidak benar benar tau apa yg terjadi sebenarnya.
Ini adalah seperti orang yg sakit tapi ia tidak tahu bahwa ia sedang sakit, atau seperti orang yg bodoh tapi ia tidak tau bahwa dia adalah bodoh sehingga sampai kapanpun kebidohannya tidak akan dapat terobati.

Yang ke dua adalah benar yg dilihat dari sudut hakikat. Karena segala sesuatu itu memang benar terjadi atas izin Alloh lantas kita membenarkan segala bentuk kemaksiatan yang ada dan membiarkannya menjamur begitu saja. "Faalhamahaa fujuroha wa taqwaha" dalihnya. Padahal firman Alloh itu sendiri adalah untuk mengusik kesadaran kita sebagaimana tertuang pada ayat berikutnya, "qod aflaha man zakkaha" beruntunglah bagi orang orang yg membersihkan jiwanya.
Pandangan semacam ini adalah pandangan yg bisa dikatakan masih blur
Pandangan seperti ini biasanya terjadi pada kalangan salikin yg berhenti bersuluk pada tataran menyatunya dirinya dengan alam semesta.
Memang benar adanya dalam wilayah itu, sensasi ketenangan luar biasa itu hadir, bahkan hampir hampir ra urus dengan kanan kirinya karena ia memandang serba benar semata. Orang berzina benar, minum khamr benar dll. Naudzubillah min dzalik.

Salikin memang tak boleh berhenti pada wilayah yg seperti itu
Ia musti melanjutkan perjalanan spiritualnya hingga mencapai wilayah yg ke tiga.
Memandang kebenaran yang memang sejatinya itulah kebenaran.
Keluasan yg lebih luas dari alam semesta
Keluasan yg lebih luas daripada luasnya wilayah hakikat
Di sinilah kita sama sama paham betul mana haq yg yg bathil (atas bimbinganNya)

Wallohu'alam bish-showab

Selasa, 25 April 2017

Rahasia Dhuha


وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا
Demi matahari dan cahayanya di pagi hari,
(Surah Asy-Syamsa,91:1)
-------------
Bismillahirrohmanirrohim ........
Segala sesuatu yang disebut oleh Alloh di dalam al-qur'an sesungguhnya tidak ada kesia siaan sama sekali. Semuanya memiliki arti dan spirit yg luar biasa. Terlebih apabila sesuatu tersebut diawali dengan huruf yang memiliki kandungan makna sumpah (demi)
Ketika Alloh berfirman, "Demi Matahari dan Demi cahayanya di pagi hari"
Sungguh secara sains modern pun para ilmuwan akan setuju semua dengan berbagai keutamaan dan khasiat cahaya matahari pagi. Bahkan orang paling bodoh pun di dunia ini akan mengakui bahwa cahaya yang berpijar di pagi hari adalah lebih menentramkan dan mendamaikan.
Namun di sini kita tidak akan membahas matahari dan cahaya pagi nya dari sisi sains. Karena suluk gemblung memang bukan penyaji khazanah sains.
Kita akan membahas bagaimana cahaya dhuha ini demikian utama hingga ada beberapa kekhususan yang dikandungnya antara lain melancarkan rizki .....

Tentunya dalam niat awal sholat dhuha jangan sekali kali mengharapkan rizki yg melimpah. Karena hal demikian akan memunculkan penyelewengan tujuan. Nabi s.a.w pernah mengingatkan, "sesungguhnya amal itu tergantung niatnya". Dalam sabda lain beliau s.a.w, beliau mengingatkan bahwa ada orang yg pergi hijrah karena harta maka ia akan hanya menerima harta tersebut saja, ada orang yg berhijrah karena wanita maka yg didapatnya hanyalah wanita saja selebihnya tidak, dan ada yg berhijrah karena Alloh maka ia pun akan mendapatkan apa yg ia niatkan.

Demikian pulalah sebaiknya sholat dhuha niatkan untuk bersyukur kepada Alloh. Sebagaimana firmanNya,
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلًا ۗ وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الْآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا ۚ وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ

Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.
Surah Ali 'Imran (3:145)

Dan juga firmanNya dalam surah al-baqoroh, "Berdoalah kepadaKU maka akan ku kabulkan, dan bersyukurlah kepadaKU dan janganlah engkau kufur"

Juga firmanNya dalam surah Al-'A`rāf:58
"Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur."

Kalau kita melaksanakan sholat dhuha dengan niat mohon tambah rizki, bukankah di dalam niat itu ada terselip rasa kufur meski hanya sedikit.
Sedangkan kufur meskipun hanya sedikit hendaknya segera ditepis dari benak seseorang yg mengharapkan perjumpaan dengan Alloh. Sebagaimana dalam surah asy-syams dikatakan, "dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotori (jiwa) nya."
Setelah Alloh mengungkapkan tentang adanya ilham menuju jalan kefasikan dan ketakwaan. Beruntung bagi mereka yg memili ilham menuju jalan ketakwaan dan merugi bagi mereka yg menghendaki ilham jalan kefasikan.
Kufur itu adalah sumber dari segal bentuk kefasikan. Dalam surat asy-syams dikatakan sebagai orang yg mengitori jiwanya. Karena kotoran itu akan menghijab diri kita sehingga kita menjadi buta (bashirohnya). Kebutaan inilah yang menyebabkan manusia kufur, dan lantas kufur ini akan membawa kita pada berbagai jalan kefasikan.

Dhuha adalah penjernihan. Diman ba'da bergantinya kegelapan malam kita sambut dengan subuh yg masih cukup lumayan gelap. Barulah itu ketika matahari berpijar kita disunnahkan bersyukur kepada Alloh dengan sholat dhuha.
Rosululloh mengingatkan tentang siapa saja yg mengawali harinya dengan syukur, maka di sepanjang hari itu dia akan berada dalam liputan Alloh s.w.t.

Silahlan ditadabburi surah asy-syams dikala menjalankan sholat dhuha, insyaAlloh akan terang benderang bagi anda mengenai macam macam rahasia (sirr) Alloh.
Sebagian kecilnya adalah bagaimana doa dhuha energinya begitu luar biasa.

Dalam doa sholat dhuha, anda akan dibawa masuk dalam kesadaran fana billah fana fillah. Awaan doa sholat dhuha adalah pengakuan sejelas jelasnya bahwa tiada satupun yg berkuasa atas segala kondisi dan masa kecuali Alloh. (Yaa Alloh dhuha ini adalah dhuhaMU dst...) dalam doa yg pertama kita benar benar diajak mengakui dan melebur dalam kuasa Alloh Yang Maha Segalanya lagi Maha Meliputi lagi Maha Perkasa.

Selanjutnya permohonan yg demikian jernih yg bertumpu pada lafadz "...dan apabila haram maka bersihkanlah...."
Seringkali dalam berusaha di dunia kita tergelincir pada sesuatu yg sedikit mengarah pada syubhat karena kita tidak benar benar tahu sumber harta yg kita terima itu benar benar dari hal yg khalal ataukah syubhat. Seorang salikin sepantasnya senantiasa menjaga diri dari hal hal yg syubhat.

Adalah sayyidina abu bakar ash-shiddiq ketika beliau mengetahui tentang asal muasal susu yg beliau konsumsi adalah diragukan kehalalannya, maka beliau memuntahkan air susu tersebut.
Demikian memang sebaiknya, namun karena pada zaman ini amat sangat samar, maka kita memohon kepada Alloh untuk mensucikan segala rizki yg telah kita terima.

"Bihaqqi dhuhaika wa bahaika ........" dan ditutup dengan pengakuan bahwa yg bisa melalukan segala permohonan sebagaimana tertuang dalam lafadz pertengah doa sholat dhuha adalah hanya Alloh semata. Pengakuan bahwa laa haula wa laa quwwata illa billah itu adalah nyata senyata nyatanya dengan penuh tawadhu' dan pengakuan yg sedalam dalamnya.

Wallohu'alam

Paling Sering Diakses

Bersikap Menerima Ketika Dalam Keadaan Fasik

 فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا "Maka Alloh mengilhamkan kepadanya (jiwa) kefasikan dan ketakwaan" [Q.S. Asy-Syams : 8] sej...