Minggu, 01 Oktober 2017

Jam'iyatud-Daim, refleksi sholat berjamaah

Bismillahirrohmanirrohim
Di dalam khazanah islam, kita sama sama paham bahwa ada satu amaliah yang cukup diutamakan. Yang mana amaliah tersebut akan menjadi penentu baik buruknya amaliah kita yang lainnya.
Bahkan suatu ketika, baginda nabi s.a.w menyatakan bahwa amaliah tersebut adalah menjadi tiangnya agama. Amaliah ini yg dimaksud adalah sholat.

Beranjak dari sholat baik secara lahiriyah berikut dengan tatanan fiqhnya, maupun secara bathiniah yg dapat kita pelajari melalui disiplin keilmuan tasawuf, kita akan menemukan bahwa sholat ini penerapannya memanglah sangat luas.
Secara nilai,  Fiqh sholat ternyata tidak melulu berlaku hanya pada kondisi kondisi tertentu (sholat nawafil) saja.
Melainkan juga dapat kita terapkan dalam segala lini kehidupan.
Yaa memang demikianlah sholat, sehingga sampai disebut sebagai penentu kebaikan hampir seluruh amaliah kita di hadapan Alloh

Sebagai contoh adalah dalam perilaku spiritual / suluk / tasawuf, tentu esensi sholat adalah untuk mencapai kesadaran hubungan kita dengan Alloh (...... Aqim ash-sholat lidzikri......)
Setiap sendi syarat rukun sholat ternyata memang memiliki nilai nilai nya masing masing. Seperti bagaimana menerapkan kesungguhan takbir di dalam keseharian, bagaimana berada dalam keadaan jumeneng tegak lurus menghadapkan wajah kepada Alloh, bagaimana bersujud dalam perilaku sehari hari, dan lain sebagainya.

Pun ternyata perihal ini tidak hanya berhenti pada keadaan sholat yg munfarid / sendiri saja. Nilai nilai sholat secara berjamaah pun dapat kita terapkan di dalam kehidupan sehari hari kita. Mengingat sabda nabi s.a.w, "sholat seseorang secara berjamaah adalah lebih utama daripada sholatnya sendirian selama 40 tahun", maka sudah sepatutnya kita juga selalu berada dalam kondisi berjamaah dalam segala hal.

Kalau para ulama sepuh dahulu meninggalkan warisan Sholatud-Daim, yakni sholat yg berkepanjangan. Kita sekarang dapat memperluas cakrawala pandangan kita menuju sholat berjamaah yg berkepanjangan pula.
Karena sesungguhnya mistahil umat islam akan kuat jika tanpa berjamaah. Maka sudah sangat jelas esensi daripada wanti wanti nabi s.a.w ketika beliau menegaskan agar kita, umat beliau tetap berada di dalam jamaah. Dan tentu jamaah yang beliau maksud ini adalah jamaah yg serupa dengan organisasi.
Meskipun bentuknya lebih fleksibel.

Oke mari sekarang kita pelajari lalu praktikkan sikap berjamaah sebagaimana yg beliau s.a.w maksud dalam keseharian.
Berbicara tentang jamaah tentu ada dua poin penting yang ada di dalam kelompok / jamaah. Yakni adanya imam dan makmum, adanya umaro / pemimpin dan yang dipimpin. Jika Pada zaman nabi s.a.w, imamnya adalah beliau sendiri yang langsung ditunjuk oleh Alloh s.w.t. makmumnya adalah muslimin dan mukminin sekalian. Maka saat ini adalah kita bermakmum kepada sesiapa yg telah kita percaya untuk menjadi imam.

Berangkat dari situ mari kita mulai memerankan apa yg semestinya kita perankan. Yakni menjadi makmum yang baik.
Sejak kita berada di tingkat sekolah dasar, Madrasah Ibtidaiyah, atau ketika kita ngaji bab sholat di TPQ TPQ Diniyah, kita sama sama tahu bahwa salah satu keharusan bagi makmum adalah mengikuti gerakan imam dan dilarang mendahului gerakan imam.
Kalaupun terlanjur mendahului gerakan imam, sebaiknya kita tidak lantas menyempurnakan rukun sholat yg berikutnya dahulu sebelum imam menyempurnakan rukun sholat yg seharusnya.

Demikian pula dalam berjamaah di masyarakat atau ormas atau organisasi manapun. Imam sudah ada, makmum sudah ada. Tinggal jalan. Yang sedang menjadi imam semestinya menjalankan dengan baik kewajiban kewajiban bagi seorang imam. Yang jadi makmum pun sudah seharusnya menjadi makmum yang baik.

Di sini berlaku firman Alloh, "athi'ulloh wa athiurrosul wa ulil amri minkum".
Kalau sebagian kita sedang dalam keadaan tidak enak hati dengan sang imam. Entah cemburu entah faktor apa saja yg menyebabkan kita sakit hati terhadap imam yg telah dipilih oleh anggota jamaah yg ada, sebaiknya kita segera menepis rasa sakit hati tersebut. Se-dongkol apapun kita terhadap sosok imam, kita musti bijak dalam menyikapi kondisi yg ada. 

Contoh dalam praktiknya jamaah sholat, sekalipun hati anda sedang dongkol dengan imam sholat saat itu, tetap saja anda musti mengikuti gerakan gerakan imam. Kalau ndak mau ya lebih baik keluar dari shof dan shokat sendiri. Yang seperti itu lebih menyelamatkan diri anda sendiri. Namun anda akan terlepas dari keutamaan berjamaah sebagaimana yg diwasiatkan oleh nabi s.a.w di atas, dan anda jadi menyelisihi wasiat nabi karena beliau lebih suka melihat ummatnya dalam keadaan berkelompok atau berjamaah, pun Alloh juga lebih suka dengan jamaah.

Oke kita lanjutkan, kenapa kita musti menepis ketidak sukaan hati kita dan harus manut patuh dengan imam yg kita sendiri tidak cocok dengannya?
Yang pertama Karena sejatinya jamaah adalah sebuah metode ilahiah.
Sebagaimana tertuang dalam Q.S al-fajr ayat 29, "fadkhulii fi 'ibadii" yang oleh para ulama telah disepakati tafsirnya bahwa itu adalah panggilan Alloh untuk masuk ke dalam jamaah hamba hambanya {lihat tafsir jalalain}

Sebuah metode yang dirancang oleh Alloh untuk menepiskan ego / nafsu kita sebagai manusia.
Kita berada di sini adalah bukan untuk menonjolkan keegoan kita, melainkan untuk menipiskan ego kita sehingga kita bisa menjadi ummatan wasathon yang saling berkasih sayang, bukan saling bercerai berai.

Al-An'am (الأنعام) / 6:12

قُلۡ لِّمَنۡ مَّا فِی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ قُلۡ لِّلّٰہِ ؕ کَتَبَ عَلٰی نَفۡسِہِ الرَّحۡمَۃَ ؕ لَیَجۡمَعَنَّکُمۡ اِلٰی یَوۡمِ الۡقِیٰمَۃِ لَا رَیۡبَ فِیۡہِ ؕ اَلَّذِیۡنَ خَسِرُوۡۤا اَنۡفُسَہُمۡ فَہُمۡ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ

Katakanlah: "Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi". Katakanlah: "Kepunyaan Allah". Dia telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang. Dia sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya. Orang-orang yang meragukan dirinya mereka itu tidak beriman.

Kita yang telah mengaku beriman dan berikrar islam, sudah semestinya menepiskan segala bentuk kecemburuan sosial di dalam hati kita masing masing. Dalam bentuk apa saja. Ya media belajar yg paling efektif untuk menepiskan segala bentuk rasa sakit hati sehingga berubah menjadi kasih sayang adalah dalam jamaah / organisasi / keluarga dan semacamnya.

Kenapa saya katakan demikian, karena kasih sayang adalah merupakan indikasi mutlak dari Alloh atas keimanan kita terhadapNYA dan juga refleksi kecintaan kepada nabiNya s.a.w, sebagaimana tertuang dalam Q.S maryam : 96

اِنَّ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ سَیَجۡعَلُ لَہُمُ الرَّحۡمٰنُ وُدًّا

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.

Wallohu'alam bishshowab
Semoga secarik tulisan ini bisa menyadarkan kita tentang pentingnya pengikisan ego diri kita. Jamaah apapun yg kita sedang ada di dalamnya, mari kita gunakan ia sebagai wasilah atau jalan kita untuk mencapai keridhoan Alloh s.w.t

-----------------
Al-Mumtahanah (الممتحنة) / 60:7

عَسَی اللّٰہُ اَنۡ یَّجۡعَلَ بَیۡنَکُمۡ وَ بَیۡنَ الَّذِیۡنَ عَادَیۡتُمۡ مِّنۡہُمۡ مَّوَدَّۃً ؕ وَ اللّٰہُ قَدِیۡرٌ ؕ وَ اللّٰہُ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ

Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. Dan Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

-------------
Al-Ma'idah (المائدة) / 5:35

یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ وَ ابۡتَغُوۡۤا اِلَیۡہِ الۡوَسِیۡلَۃَ وَ جَاہِدُوۡا فِیۡ سَبِیۡلِہٖ لَعَلَّکُمۡ تُفۡلِحُوۡنَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.

0 comments:

Posting Komentar

Paling Sering Diakses

Bersikap Menerima Ketika Dalam Keadaan Fasik

 فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا "Maka Alloh mengilhamkan kepadanya (jiwa) kefasikan dan ketakwaan" [Q.S. Asy-Syams : 8] sej...