Sabtu, 11 Juni 2016

Muqoddimah Nderes qur'an Romadhon-1

Kalau kita dengar kata nderes (bahasa jawa), biasanya kita akan terpaku pada pemahaman bahwa nderes itu adalah membaca al-qur’an dengan keindahan suara secara tartil. Sama halnya dengan ketika kita mendengar istilah ‘membaca’ dalam bahasa arab (tilawah / qiro’ah) ataupun indonesia sendiri. Biasanya tangkapan kita justru akan menuju pada satu sudut membaca saja. Maksudnya pokoknya hanya membaca.

Terlebih kita yang berada jauh di tanah kelahiran bahasa arab. Pokoknya sudah membaca dengan suara yang indah ya sudah sah dan oke.
Sebenarnya bukan demikian. Yang dimaksud nderes (dalam bahasa jawa) ataupun qiro’ah (membaca dalam bahasa arab), titik leburnya adalah justru ada pada peresapan makna dari apa yang sedang kita baca. Mengenai hal ini salah satu ulama nusantara atau dapat kita sebut beliau sebagai guru bangsa di zaman ini mengatakan, “kesuksesan seorang qori’ (orang yang melantunkan ayat – ayat al-qur’an dengan nada – nada indah) bukanlah terletak pada seberapa banyak audien (orang yang mendengarkan) menjadi terpukau akan keindahan suaranya. Melainkan seberapa banyak audien yang jadi merenung memahami makna dari apa yang sedang dibacanya dan kemudian membangkitkan kesadaran ilahiah pada diri para audiensnya.”

Demikian itu sebenarnya apa yang selama ini mungkin kita pahami sekilas sedang mengalami pergeseran makna. Kalau orang arab sendiri, tentu sudah mengetahui tentang apa yang dibacanya ketika ia sedang melantunkan ayat – ayat suci al-qur’an. Minimal mereka tahu arti dari apa yang sedang mereka baca, sebagaimana kita tahu apa yang sedang kita baca dari tulisan ini.

Meskipun demikian, tentu tetap ada lintasan – lintasan yang musti di terjemahkan lebih luas lagi atau perlu ditafsirkan lebih mendetail lagi. Hal seperti ini tentu memang mafhum karena keluasan makna dari masing – masing ayat al-qur’an yang terpadatkan menjadi sedemikian indah dan singkat namun jelas. Ayat – ayat al-qur’an yang sedang kita baca saat ini mungkin dapat saya ibaratkan seperti file .rar / .zip dalam komputer yang untuk menguraikan isi – isinya tentu kita harus mengekstraknya. 
Demikan pula tafsir al-qur’an adalah seumpama hasil ekstrak dari tiap – tiap butiran ayat al-qur’an.

Nah nderes al-qur’an pada taraf pertama memang hanyalah sekedar membaca. Hal ini yang umum dilakukan oleh para muslimin luar arab di taraf awal pengenalannya akan islam. Terlebih meskipun hanya sekedar membaca, sesungguhnya al-qur’an sudah akan menelurkan cahaya – cahaya rahmat dari Alloh ke dalam diri si hamba yang sedang membacanya. Meskipun tidak secerah cahaya yang merasuk ketika kita membaca al-qur’an dengan disertai paham / mengerti artian dari apa yang sedang kita baca.

Yang kedua tentu taraf di mana muslimin mulai menguatkan imannya untuk memahami lebih dalam lagi tentang agamanya (islamnya). Yakni dengan berusaha untuk memahami bahasa yang telah digunakan dalam al-qur’an. Dimana dengan memahami bahasa yang digunakan oleh al-qur’an kita akan dapat memahami apa yang dikatakan oleh Alloh melalui firmanNya yang tertuang dalam al-qur’an. Jadi ketika kita membaca al-qur’an seolah olah kita tidak lagi membaca bahasa asing, melainkan seperti membaca menggunakan bahasa kita sendiri. Dengan begitu kita akan membacanya dengan langsung paham artiannya. Dan hal yang seperti ini akan memudahkan kita beranjak mengerti maksud dari apa yang sedang kita baca dari ayat – ayat Alloh s.w.t.

Taraf ketiga dari yang dimaksud dengan nderes sejatinya adalah beranjak belajar memahami apa yang dikandung oleh al-qur’an secara lebih luas. Yaitu dengan mempelajari tafsiran – tafsiran dari para ulama yang telah lebih dahulu menangkap pemahaman tentang keluasan keluasan dimensi al-Qur’an. Dengan mempelajari penafisran penafsiran dari para ulama setidaknya pemahaman kita mengenai keluasan al-qur’an akan bertambah. Yang tentu saja hal ini akan memicu keluasan peritahNya terhadap diri kita masing masing.

Dari tanjakan pembelajaran kita atas penafsiran para ulama yang tentunya lebih menguasai berbagai disiplin ilmu (mulai balaghoh / tata bahasa arab hingga asbabun nuzul dan hadist hingga lebih tinggi lagi), kita akan beranjak pula untuk menggapai pemahaman yang lebih original. Pemahaman yang langsung diturunkan oleh Alloh kepada setiap hamba – hambaNya yang memiliki iman barang sekecil zarroh sekalipun. Di taraf terakhir ini kita akan memahami makna – makna rahasia daripada tiap butiran ayat – ayat suci al-Qur’an.

Nderes al-Qur’an yang sebenarnya adalah perjalanan manusia tentang penyingkapan – penyingkapan rahasia firmanNya secara haq. Hal ini sebagaimana yang telah disabdakan oleh baginda nabi yang mulia s.a.w, “bacalah al-qur’an dan temukanlah hal – hal yang rahasia daripadanya”, juga sabda beliau s.a.w, “al-qur’an itu memiliki dimensi dhohir dan bathin yang selaras”. Demikian juga sabda beliau s.a.w, Apabila seorang ingin berdialog dengan Robbnya maka hendaklah dia membaca al-qur’an. [H.R Ad-Dailami dan Al-Baihaqi]

Hal seperti apa yang telah disabdakan oleh baginda nabi muhammad s.a.w tersebut akan mustahil digapai tanpa kita memahami apa – apa yang sedang kita baca dari ayat – ayat al-qur’an. Dan Mengenai makna dari nderes atau membaca al-qur’an sebagaimana yang telah saya sampaikan di atas pula, mungkin ada baiknya juga kita menyimak apa yang telah diuraikan oleh beberapa ulama tafsir yang pernah ada tentang membaca (tilawah) al-qur’an. Dalam hal ini saya ajukan ayat 29 surah fathir.

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَٰبَ ٱللَّهِ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنفَقُوا۟ مِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ سِرًّۭا وَعَلَانِيَةًۭ يَرْجُونَ تِجَٰرَةًۭ لَّن تَبُورَ 
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah.........”

imam Baidhowi dalam tafsirnya “Tafsir Baidhowi” ketika beliau menafsirkan al-Qur’an surat Fathir ayat 29 tersebut, beliau menuliskan / menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan ”yatluuna al-kitaballoh” (yang selalu membaca kitab Alloh) adalah mereka yang hanya sekedar membaca al-qur’an ataupun mereka yang senantiasa meneliti isi kandungan dari al-Qur’an tersebut.

Sedangkan dalam kitab tafsir Jalalain, pada ayat yang sama dikatakan bahwa yang dimaksud dengan ‘selalu membaca kitab Alloh’ itu adalah selalu mempelajarinya. Lebih jelas lagi mengenai makna yang dimaksud dari membaca kitab Alloh dalam surah Fathir ayat 29, tertuang dalam kitab tafsir Fi Zilalil Qur’an adalah bahwa, “Membaca kitab Alloh bermakna selain melewati kata – katanya dengan suara atau tanpa suara. Membacanya bermakna juga merenunginya, yang berakhir pada kesadaran dan pengaruh pada diri, yang mengantarkan pada berbuat dan bertindak setelahnya. Oleh karena itu dalam ayat 29 surah fathir pembacaan dilanjutkan dengan mendirikan sholat dan menginfakkan sebagian rizki dari Alloh secara diam – diam maupun terang – terangan.”

Cukup jelas kiranya para ulama tafsir menguraikan makna dari membaca adalah bukan hanya membaca secara lisan atau membaca secara sirri tanpa mengetahui makna dari apa yang dibacanya, melainkan juga membaca yang disertai dengan renungan – renungan dari apa yang telah dibacanya. Dan renungan semacam ini tentu tidak akan didapatkan tanpa kita mengerti apa yang sedang kita bacakan. Jika saja kita hanya membaca dengan mengabaikan berbagai kanduungan yang ada di dalamnya, tentu kita akan menjadi buta akan firman Alloh alias kita akan tergurung untuk mengacuhkan perintahNya laksana apa yang telah kita baca seperti angin lalu saja. Kiranya hal seperti inilah yang dimaksud oleh baginda nabi s.a.w dalam sabda beliau, “betapa banyak orang yang membaca al-qur’an namun al-qur’an sendiri melaknatnya”.

Beberapa qori’ yang pernah saya temui sepakat bahwa al-qur’an akan melaknat mereka yang membacanya dengan asal – asalan. Mulanya asal – asalnya dari segi pelafalannya, namun ketika kita renungi lebih dalam lagi, tentu laknat dari al-qur’an yang paling besar adalah terletak pada asal – asalan dari penerjemahan / pengertian / pemaknaan daripadanya sendiri. Rosululloh s.a.w juga telah bersabda, “barangsiapa yang menafsirkan al-qur’an berdasarkan dari hawa nafsunya sendiri, hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di neraka”.

Sampai di sini juga semoga kita dapat menangkap hikmah dan menelaah peristiwa turunnya wahyu pertama kepada baginda nabi s.a.w. Telah diriwayatkan bahwa ketika baginda nabi s.a.w mendapatkan wahyu “Iqro’ (bacalah)”, beliau kebingungan tentang apa yang harus beliau baca, sedangkan beliau sendiri adalah seorang yang tidak menguasai baca tulis. Hal ini terus berulang hingga jibril a.s mengulangnya sampai sebanyak tiga kali. Barulah rosululloh s.a.w menyadari tentang apa yang harus beliau baca ketika jibril a.s menyampaikan, “iqro’ bismirobbika al-ladzi kholaq”

Tentang wahyu pertama yang beliau s.a.w dapatkan ini juga telah ditafsirkan oleh beberapa ulama bahwa membaca yang sesungguhnya adalah perenungan terhadap segala apapun. Rosululloh yang hidup di masa jahiliyah quraisy mendapat titah pertama dari Alloh untuk merenung, mengendapkan rahsa dan diri tentang awal mula penciptaan. Perenungan yang diawali dengan asma Alloh yang telah menciptakan. Perenungan akan keluhuran derajat Robb atas segala makhluq. Juga perenungan mengenai Robb yang telah mengajarkan banyak hal kepada manusia. Yang tergambar pada peletakan kesadaran mengenai kesadaran baginda nabi ketika beliau menangkap maksud dari jibril a.s yang membawa wahyu iqro’.

Nah kembali lagi pada masalah nderes, apa yang mungkin selama ini telah kita pahami bahwa nderes adalah hanya membaca. Di romadhon ini saya ingin mengajak saudara sekalian untuk meningkatkan deresan kita. Dari yang semula hanya membaca, kini kita tingkatkan untuk mempelajari, kemudian memahami, merenungi dan selanjutnya menyibak rahasia al-qur’an dalam diri kita masing – masing insyaAlloh.

ٱقْرَأْ بِٱسْمِ رَبِّكَ ٱلَّذِى خَلَقَ # خَلَقَ ٱلْإِنسَٰنَ مِنْ عَلَقٍ # ٱقْرَأْ وَرَبُّكَ ٱلْأَكْرَمُ # ٱلَّذِى عَلَّمَ بِٱلْقَلَم#  عَلَّمَ ٱلْإِنسَٰنَ مَا لَمْ يَعْلَمْ#  كَلَّآ إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَيَطْغَىٰٓ#  أَن رَّءَاهُ ٱسْتَغْنَىٰٓ#  إِنَّ إِلَىٰ رَبِّكَ ٱلرُّجْعَىٰٓ#  أَرَءَيْتَ ٱلَّذِى يَنْهَىٰ # عَبْدًا إِذَا صَلَّىٰٓ # أَرَءَيْتَ إِن كَانَ عَلَى ٱلْهُدَىٰٓ # أَوْ أَمَرَ بِٱلتَّقْوَىٰٓ # أَرَءَيْتَ إِن كَذَّبَ وَتَوَلَّىٰٓ # أَلَمْ يَعْلَم بِأَنَّ ٱللَّهَ يَرَىٰ # كَلَّا لَئِن لَّمْ يَنتَهِ لَنَسْفَعًۢا بِٱلنَّاصِيَةِ # نَاصِيَةٍۢ كَٰذِبَةٍ خَاطِئَةٍۢ # فَلْيَدْعُ نَادِيَهُۥ # سَنَدْعُ ٱلزَّبَانِيَةَ # كَلَّا لَا تُطِعْهُ وَٱسْجُدْ وَٱقْتَرِب ۩

0 comments:

Posting Komentar

Paling Sering Diakses

Bersikap Menerima Ketika Dalam Keadaan Fasik

 فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا "Maka Alloh mengilhamkan kepadanya (jiwa) kefasikan dan ketakwaan" [Q.S. Asy-Syams : 8] sej...