Kalau kita dengar kata nderes (bahasa jawa),
biasanya kita akan terpaku pada pemahaman bahwa nderes itu adalah membaca
al-qur’an dengan keindahan suara secara tartil. Sama halnya dengan ketika kita
mendengar istilah ‘membaca’ dalam bahasa arab (tilawah /
qiro’ah) ataupun indonesia sendiri. Biasanya tangkapan
kita justru akan menuju pada satu sudut membaca saja. Maksudnya pokoknya hanya
membaca.
Terlebih kita yang berada jauh di tanah
kelahiran bahasa arab. Pokoknya sudah membaca dengan suara yang indah ya sudah
sah dan oke.
Sebenarnya bukan demikian. Yang dimaksud
nderes (dalam bahasa jawa) ataupun qiro’ah (membaca dalam bahasa arab), titik
leburnya adalah justru ada pada peresapan makna dari apa yang sedang kita baca.
Mengenai hal ini salah satu ulama nusantara atau dapat kita sebut beliau
sebagai guru bangsa di zaman ini mengatakan, “kesuksesan seorang qori’ (orang
yang melantunkan ayat – ayat al-qur’an dengan nada – nada indah) bukanlah
terletak pada seberapa banyak audien (orang yang mendengarkan) menjadi terpukau
akan keindahan suaranya. Melainkan seberapa banyak audien yang jadi merenung
memahami makna dari apa yang sedang dibacanya dan kemudian membangkitkan
kesadaran ilahiah pada diri para audiensnya.”
Demikian itu sebenarnya apa yang selama ini
mungkin kita pahami sekilas sedang mengalami pergeseran makna. Kalau orang arab
sendiri, tentu sudah mengetahui tentang apa yang dibacanya ketika ia sedang
melantunkan ayat – ayat suci al-qur’an. Minimal mereka tahu arti dari apa yang
sedang mereka baca, sebagaimana kita tahu apa yang sedang kita baca dari
tulisan ini.
Meskipun demikian, tentu tetap ada lintasan –
lintasan yang musti di terjemahkan lebih luas lagi atau perlu ditafsirkan lebih
mendetail lagi. Hal seperti ini tentu memang mafhum karena keluasan makna dari
masing – masing ayat al-qur’an yang terpadatkan menjadi sedemikian indah dan
singkat namun jelas. Ayat – ayat al-qur’an yang sedang kita baca saat ini
mungkin dapat saya ibaratkan seperti file .rar / .zip dalam komputer yang untuk
menguraikan isi – isinya tentu kita harus mengekstraknya.
Demikan pula tafsir
al-qur’an adalah seumpama hasil ekstrak dari tiap – tiap butiran ayat
al-qur’an.
Nah nderes al-qur’an pada taraf pertama memang
hanyalah sekedar membaca. Hal ini yang umum dilakukan oleh para muslimin luar
arab di taraf awal pengenalannya akan islam. Terlebih meskipun hanya sekedar
membaca, sesungguhnya al-qur’an sudah akan menelurkan cahaya – cahaya rahmat
dari Alloh ke dalam diri si hamba yang sedang membacanya. Meskipun tidak
secerah cahaya yang merasuk ketika kita membaca al-qur’an dengan disertai paham
/ mengerti artian dari apa yang sedang kita baca.
Yang kedua tentu taraf di mana muslimin mulai
menguatkan imannya untuk memahami lebih dalam lagi tentang agamanya (islamnya).
Yakni dengan berusaha untuk memahami bahasa yang telah digunakan dalam
al-qur’an. Dimana dengan memahami bahasa yang
digunakan oleh al-qur’an kita akan dapat memahami apa yang dikatakan oleh Alloh
melalui firmanNya yang tertuang dalam al-qur’an. Jadi ketika kita membaca
al-qur’an seolah olah kita tidak lagi membaca bahasa asing, melainkan seperti
membaca menggunakan bahasa kita sendiri. Dengan begitu kita akan membacanya
dengan langsung paham artiannya. Dan hal yang seperti ini akan memudahkan kita
beranjak mengerti maksud dari apa yang sedang kita baca dari ayat – ayat Alloh
s.w.t.
Taraf ketiga dari yang dimaksud dengan nderes
sejatinya adalah beranjak belajar memahami apa yang dikandung oleh al-qur’an
secara lebih luas. Yaitu dengan mempelajari tafsiran – tafsiran dari para ulama
yang telah lebih dahulu menangkap pemahaman tentang keluasan keluasan dimensi
al-Qur’an. Dengan mempelajari penafisran penafsiran dari para ulama setidaknya
pemahaman kita mengenai keluasan al-qur’an akan bertambah. Yang tentu saja hal
ini akan memicu keluasan peritahNya terhadap diri kita masing masing.
Dari tanjakan pembelajaran kita atas
penafsiran para ulama yang tentunya lebih menguasai berbagai disiplin ilmu
(mulai balaghoh / tata bahasa arab hingga asbabun nuzul dan hadist hingga lebih
tinggi lagi), kita akan beranjak pula untuk menggapai pemahaman yang lebih
original. Pemahaman yang langsung diturunkan oleh Alloh kepada setiap hamba –
hambaNya yang memiliki iman barang sekecil zarroh sekalipun. Di taraf terakhir
ini kita akan memahami makna – makna rahasia daripada tiap butiran ayat – ayat
suci al-Qur’an.
Nderes al-Qur’an yang sebenarnya adalah perjalanan
manusia tentang penyingkapan – penyingkapan rahasia firmanNya secara haq. Hal
ini sebagaimana yang telah disabdakan oleh baginda nabi yang mulia s.a.w, “bacalah
al-qur’an dan temukanlah hal – hal yang rahasia daripadanya”, juga sabda
beliau s.a.w, “al-qur’an itu memiliki dimensi dhohir dan bathin yang
selaras”. Demikian juga sabda beliau s.a.w, Apabila
seorang ingin berdialog dengan Robbnya maka hendaklah dia membaca al-qur’an. [H.R Ad-Dailami dan Al-Baihaqi]
Hal seperti apa yang telah disabdakan oleh
baginda nabi muhammad s.a.w tersebut akan mustahil digapai tanpa kita memahami
apa – apa yang sedang kita baca dari ayat – ayat al-qur’an. Dan Mengenai makna
dari nderes atau membaca al-qur’an sebagaimana yang telah saya sampaikan di
atas pula, mungkin ada baiknya juga kita menyimak apa yang telah diuraikan oleh
beberapa ulama tafsir yang pernah ada tentang membaca (tilawah) al-qur’an.
Dalam hal ini saya ajukan ayat 29 surah fathir.
إِنَّ ٱلَّذِينَ
يَتْلُونَ كِتَٰبَ ٱللَّهِ وَأَقَامُوا۟
ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنفَقُوا۟ مِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ سِرًّۭا وَعَلَانِيَةًۭ يَرْجُونَ
تِجَٰرَةًۭ لَّن تَبُورَ
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah.........”
imam Baidhowi dalam tafsirnya “Tafsir Baidhowi” ketika beliau menafsirkan
al-Qur’an surat Fathir ayat 29 tersebut, beliau menuliskan / menafsirkan bahwa
yang dimaksud dengan ”yatluuna al-kitaballoh” (yang selalu membaca kitab
Alloh) adalah mereka yang hanya sekedar membaca al-qur’an ataupun mereka yang
senantiasa meneliti isi kandungan dari al-Qur’an tersebut.
Sedangkan dalam kitab tafsir Jalalain, pada ayat yang sama dikatakan bahwa
yang dimaksud dengan ‘selalu membaca kitab Alloh’ itu adalah selalu mempelajarinya. Lebih jelas lagi mengenai makna yang
dimaksud dari membaca kitab Alloh dalam surah Fathir ayat 29, tertuang dalam
kitab tafsir Fi Zilalil Qur’an adalah bahwa, “Membaca kitab Alloh bermakna
selain melewati kata – katanya dengan suara atau tanpa suara. Membacanya
bermakna juga merenunginya, yang berakhir
pada kesadaran dan pengaruh pada diri, yang mengantarkan
pada berbuat dan bertindak setelahnya. Oleh karena itu dalam ayat 29 surah
fathir pembacaan dilanjutkan dengan mendirikan sholat dan menginfakkan sebagian
rizki dari Alloh secara diam – diam maupun terang – terangan.”
Cukup jelas kiranya
para ulama tafsir menguraikan makna dari membaca adalah bukan hanya membaca
secara lisan atau membaca secara sirri tanpa mengetahui makna dari apa yang
dibacanya, melainkan juga membaca yang disertai dengan renungan – renungan dari
apa yang telah dibacanya. Dan renungan semacam ini tentu tidak akan didapatkan
tanpa kita mengerti apa yang sedang kita bacakan. Jika saja kita hanya membaca
dengan mengabaikan berbagai kanduungan yang ada di dalamnya, tentu kita akan
menjadi buta akan firman Alloh alias kita akan tergurung untuk mengacuhkan perintahNya
laksana apa yang telah kita baca seperti angin lalu saja. Kiranya hal seperti
inilah yang dimaksud oleh baginda nabi s.a.w dalam sabda beliau, “betapa
banyak orang yang membaca al-qur’an namun al-qur’an sendiri melaknatnya”.
Beberapa qori’ yang
pernah saya temui sepakat bahwa al-qur’an akan melaknat mereka yang membacanya
dengan asal – asalan. Mulanya asal – asalnya dari segi pelafalannya, namun
ketika kita renungi lebih dalam lagi, tentu laknat dari al-qur’an yang paling
besar adalah terletak pada asal – asalan dari penerjemahan / pengertian /
pemaknaan daripadanya sendiri. Rosululloh s.a.w juga telah bersabda, “barangsiapa
yang menafsirkan al-qur’an berdasarkan dari hawa nafsunya sendiri, hendaklah ia
menyiapkan tempat duduknya di neraka”.
Sampai di sini juga semoga kita dapat
menangkap hikmah dan menelaah peristiwa turunnya wahyu pertama kepada baginda
nabi s.a.w. Telah diriwayatkan bahwa ketika baginda nabi s.a.w mendapatkan
wahyu “Iqro’ (bacalah)”, beliau kebingungan tentang apa yang harus beliau baca,
sedangkan beliau sendiri adalah seorang yang tidak menguasai baca tulis. Hal
ini terus berulang hingga jibril a.s mengulangnya sampai sebanyak tiga kali.
Barulah rosululloh s.a.w menyadari tentang apa yang harus beliau baca ketika
jibril a.s menyampaikan, “iqro’ bismirobbika al-ladzi kholaq”
Tentang wahyu pertama yang beliau s.a.w
dapatkan ini juga telah ditafsirkan oleh beberapa ulama bahwa membaca yang
sesungguhnya adalah perenungan terhadap segala apapun. Rosululloh yang hidup di
masa jahiliyah quraisy mendapat titah pertama dari Alloh untuk merenung,
mengendapkan rahsa dan diri tentang awal mula penciptaan. Perenungan yang
diawali dengan asma Alloh yang telah menciptakan. Perenungan akan keluhuran
derajat Robb atas segala makhluq. Juga perenungan mengenai Robb yang telah
mengajarkan banyak hal kepada manusia. Yang tergambar pada peletakan kesadaran
mengenai kesadaran baginda nabi ketika beliau menangkap maksud dari jibril a.s
yang membawa wahyu iqro’.
Nah kembali lagi pada masalah nderes, apa yang
mungkin selama ini telah kita pahami bahwa nderes adalah hanya membaca. Di
romadhon ini saya ingin mengajak saudara sekalian untuk meningkatkan deresan
kita. Dari yang semula hanya membaca, kini kita tingkatkan untuk mempelajari,
kemudian memahami, merenungi dan selanjutnya menyibak rahasia al-qur’an dalam
diri kita masing – masing insyaAlloh.
ٱقْرَأْ بِٱسْمِ رَبِّكَ ٱلَّذِى خَلَقَ
# خَلَقَ ٱلْإِنسَٰنَ مِنْ عَلَقٍ
# ٱقْرَأْ وَرَبُّكَ ٱلْأَكْرَمُ
# ٱلَّذِى عَلَّمَ بِٱلْقَلَم#
عَلَّمَ ٱلْإِنسَٰنَ مَا لَمْ يَعْلَمْ#
كَلَّآ إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَيَطْغَىٰٓ#
أَن رَّءَاهُ ٱسْتَغْنَىٰٓ#
إِنَّ إِلَىٰ رَبِّكَ ٱلرُّجْعَىٰٓ#
أَرَءَيْتَ ٱلَّذِى يَنْهَىٰ
# عَبْدًا إِذَا صَلَّىٰٓ
# أَرَءَيْتَ إِن كَانَ عَلَى ٱلْهُدَىٰٓ
# أَوْ أَمَرَ بِٱلتَّقْوَىٰٓ
# أَرَءَيْتَ إِن كَذَّبَ وَتَوَلَّىٰٓ
# أَلَمْ يَعْلَم بِأَنَّ ٱللَّهَ يَرَىٰ
# كَلَّا لَئِن لَّمْ يَنتَهِ لَنَسْفَعًۢا
بِٱلنَّاصِيَةِ # نَاصِيَةٍۢ كَٰذِبَةٍ خَاطِئَةٍۢ
# فَلْيَدْعُ نَادِيَهُۥ
# سَنَدْعُ ٱلزَّبَانِيَةَ
# كَلَّا لَا تُطِعْهُ وَٱسْجُدْ وَٱقْتَرِب ۩
|
0 comments:
Posting Komentar