Tentang Kemerdekaan

Yang paling sejati dari kemerdekaan adalah posisi di mana kita selesai dari batasan batasan diri kita yang muncul karena persepsi kita sendiri sendiri.

Energi Semesta Adalah Jumbuh Dengan Manusia

Seluruh Elemen Semesta Telah Manunggal dalam diri kita semua tanpa terkecuali, dan satu kunci untuk mengaksesnya adalah kesadaran anda.

Titik Agung Peradaban

segala sesuatu memiliki akar, maka akar dari peradaban yang gemilang adalah.....

Rabu, 22 Juni 2016

Nderes #4 Tadabbur Q.S Al-Ahzab : 56

berikut link tentang tata cara / adab bersholawat, baik secara lahiri maupun bathini, silahkan .....

sarana tadabbur Q.S al-Ahzab 56

Nderes Qur'an #3 - Q.S al-ahzab : 35 -

berhubung cukup banyak apa yang saya tuliskan, maka pembaca bisa langsung mengunjunginya di link berikut :

nderes #3 Q.S Al-Ahzab : 35

Sabtu, 11 Juni 2016

Nderes Qur'an Romadhon-2 #Al-Baqoroh 74

ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُم مِّنۢ بَعْدِ ذَٰلِكَ فَهِىَ كَٱلْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةًۭ ۚ وَإِنَّ مِنَ ٱلْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ ٱلْأَنْهَٰرُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ ٱلْمَآءُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ ٱللَّهِ ۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan
[Q.S Al-Baqoroh : 74]

Bismillahirrohmaanirrohiim ......
Yang pertama kami awali dengan al-qur’an surah al-baqoroh ayat 74, yang secara lahiriahnya menceritakan tentang kekufuran kaum bani israil. Di mana mereka telah terlampau sering mendustakan ayat – ayat Alloh meskipun telah banyak pula mereka menyaksikan mukjizat – mukjizat yang diberikan oleh Alloh kepada nabi musa a.s.
Meskipun demikian, mereka tetap dalam keragu – raguan dan dalam kekufuran yang nyata. Maka diibaratkanlah hati mereka laksana batu bahkan lebih keras lagi daripada batu.
Sebelum mentadabburi ayat ini, akan kami sampaikan juga 3 penafsiran dari kitab – kitab tafsir jalalain, al-baidhowi dan zilalil Qur’an.
ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ أيها اليهود صلبت عن قبول الحق مِن بَعْدِ ذلك المذكور من إحياء القتيل وما قبله من الآيات فَهِىَ كالحجارة في القسوة أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً منها وَإِنَّ مِنَ الحجارة لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الأنهار وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فيه إدغام (التاء) في الأصل في (الشين) فَيَخْرُجُ مِنْهُ الماء وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ ينزل من علو إلى سُفْلٍ مِّنْ خَشْيَةِ الله وقلوبكم لا تتأثر ولا تلين ولا تخشع وَمَا الله بغافل عَمَّا تَعْمَلُونَ وإنما يؤخركم لوقتكم وفي قراءة بالتحتانية [يعلمون] وفيه الإلتفاف عن الخطاب
(Kemudian hatimu menjadi keras) ditujukan kepada orang-orang Yahudi hingga tak dapat dimasuki kebenaran (setelah itu) yakni setelah peristiwa dihidupkannya orang yang telah mati dan kejadian-kejadian sebelumnya, (maka ia adalah seperti batu) dalam kerasnya (atau lebih keras lagi) daripada batu. (Padahal di antara batu-batu itu sesungguhnya ada yang mengalir anak-anak sungai daripadanya dan di antaranya ada pula yang terbelah) asalnya 'yatasyaqqaqu' lalu ta diidgamkan pada syin hingga menjadi 'yasysyaqqaqu' (lalu keluarlah air daripadanya dan sesungguhnya di antaranya ada pula yang jatuh meluncur) dari atas ke bawah (karena takut kepada Allah) sebaliknya hatimu tidak terpengaruh karenanya serta tidak pula menjadi lunak atau tunduk. (Dan Allah sekali-kali tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan) hanya ditangguhkan-Nya menjatuhkan hukuman hingga saatnya nanti. Menurut satu qiraat bukan 'ta`maluun' tetapi 'ya`maluun', artinya 'yang mereka kerjakan,' sehingga berarti mengalihkan arah pembicaraan. [Tafsir jalalain]
 )ثم قست قلوبكم ( القساوة عبارة عن الغلظ مع الصلابة كما في الحجر وقساوة القلب مثل في نبوه عن الاعتبار وثم الاستبعاد القسوة ) من بعد ذلك( يعني إحياء القتيل أو جميع ما عدد من الآيات فإنها مما توجب لين القلب ) فهي كالحجارة( في قسوتها )أو أشد قسوة( منها والمعنى أنها في القساوة مثل الحجارة أو أزيد عليها أو أنها مثلها أو مثل ما هو أشد منها قسوة كالحديد فحذف المضاف وأقيم المضاف إليه مقامه ويعضده قراءة الحسن بالجر عطفا على الحجارة وأنما لم يقل أقسى لما في أشد من المبالغة والدلالة على اشتداد القسوتين واشتمال المفضل على زيادة و )أو( للتخيير أو للترديد بمعنى أن من عرف حالها شبهها بالحجارة أو بما هو أقسى منها . )وإن من الحجارة لما يتفجر منه الأنهار وإن منها لما يشقق فيخرج منه الماء وإن منها لما يهبط من خشية الله( تعليل للتفضيل والمعنى أن الحجارة تتأثر وتنفعل فإن منها ما يتشقق فينبع منه الماء وتنفجر منه الأنهار ومنها ما يتردى من أعلى الجبل انقيادا لما أراد الله تعالى به وقلوب هؤلاء لا تتأثر ولا تنفعل عن أمره تعالى والتفجر التفتح بسعة وكثرة والخشية مجاز عن الانقياد وقرىء )إن( على أنها المخففة من الثقيلة وتلزمها اللام الفارقة بينها وبين إن النافية ويهبط بالضم . )وما الله بغافل عما تعملون( وعيد على ذلك وقرأ ابن كثير ونافع ويعقوب وخلف وأبو بكر بالياء ضما إلى ما بعده والباقون بالتاء .
(Kemudian hatimu menjadi keras) kerasnya hati mereka diibaratkan sebagaimana tebalnya besi juga kerasnya bebatuan. Kerasnya hati adalah lepasnya ia dari pengambilan pelajaran dari berbagai peristiwa yang telah disaksikan. Dengan demikian ia semakin keras dan jauh (dari kesudahan itu) yakni menghidupkan kembali orang yang telah mereka bunuh atau mengumpullkan perjanjian untuk berlaku lemah lembut setelah mereka menyaksikan peristiwa – peristiwa itu (maka ia adalah seperti batu) dalam kerasnya hati mereka (atau lebih keras lagi) daripada kerasnya batu. Adapun makna dari kerasnya hati yang diumpamakan dengan batu atau yang lebih keras lagi adalah sebagaimana kerasnya besi. Maka dibuanglah mudhof dan ditetapkannya mudhof ilaih pada posisinya dan tetap dibaca jer. Adapun athof dari lafadz khijaroh tidak dibaca sebagaimana mestinya dalam tata bahasa arab adalah untuk menunjukkan tekanan dari 2 jenis kekerasan / ketebalan yang digunakan untuk permisalan sebelum sebelumnya. Dan lafadz “au” -atau- sebagai penghubung -athof- atau untuk mengulang ulang dengan makna sesungguhnya siapapun yang menemui kondisi yang demikian tentu ia juga akan menyerupakan hal yang demikian itu dengan permisalan batu atau yang semacamnya. (Padahal di antara batu-batu itu sesungguhnya ada yang mengalir anak-anak sungai daripadanya dan di antaranya ada pula yang terbelah lalu keluarlah air daripadanya dan sesungguhnya di antaranya ada pula yang jatuh meluncur karena takut kepada Allah) kisah ini diulang ulang lagi dengan maksud untuk menunjukkan bahwa adanya batu yang memancarkan sungai sungai dan mata air serta bebatuan yang berguguran jatuh karena takut kepada Alloh itu adalah tidak dapat mereka tolak. Dan hati mereka tetap tidak berubah -dari kekerasannya- dan juga tetap tidak mematuhi perintah Alloh s.w.t. (Dan Allah sekali-kali tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan) mengenai bacaan ini, ibnu katsir, nafi’, ya’qub, abu bakar telah membaca dengan huruf ya’ didhommah hingga setelah itu barulah ditetapkan dengan huruf ta’ [Tafsir Al-Baidhowi]

Tafsir fi zilalil Qur’an : Batu itu dijadikan perbandingan bagi hati mereka. Ternyata hati mereka lebih gersang dan lebih keras daripada batu itu – batu yang mereka kenal sejak dulu. Mereka pernah melihat batu yang memancarkan dua belas mata air. Mereka pernah melihat gunung yang hancur lebur ketika Alloh bertajalli menampakkan diri kepadanya dan Musa jatuh pingsan menyaksikan gunung itu. Namun hati mereka tak pernah lunak dan lembut , serta tak pernah bergetar merasa takut dan takwa. Hati mereka keras kasar dan gersang serta kafir. Oleh karena itu datanglah ancaman ini, “Alloh sekali – kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan”.

Secara lahiriah dapat kita pahami makna ayat diatas dari penjelasan penafsiran para ulama yang terdahulu. Namun secara maknawiah, dapat kita temui secara halus Alloh mengibaratkan hati yang keras dengan batu, sedangkan air yang terpancar adalah hikmah – hikmah atau buah makrifatulloh. Mungkin secara harfiah kita akan menilai bahwa itu adalah kisah tentang kaum terdahulu. Namun sebagaimana yang pernah baginda nabi muhammad s.a.w sampaikan bahwa al-qur’an ini adalah mukjizat yang telah diberikan oleh Alloh kepada beliau s.a.w.
Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada seorang nabi, kecuali diberi mukjizat kenabian yang sesuai, yang diimani manusia. Sedangkan yang diberikan kepadaku adalah wahyu yang diturunkan Allah. Aku berharap, akulah yang paling banyak pengikut dibanding mereka nanti di hari kiamat. (Shahih Muslim No.217)
Dan telah mafhum kita ketahui bahwa al-qur’an hingga saat ini masih dapat kita peluk. Tentunya ini adalah satu – satunya mukjizat yang akan terus berlaku selama ia belum di tarik kembali oleh Alloh s.w.t. karena suatu ketika nanti Alloh akan melenyapkan al-qur’an. Diriwayatkan dari sayyidin Ali bin abi tholib k.w, ia berkata bahwa rosululloh s.a.w telah bersabda, “sudah hampir tiba suatu zaman, kala itu tidak ada lagi dari islam kecuali hanya namanya, dan tidak ada dari al-qur’an kecuali hanya tulisannya. Masjid – masjid mereka indah tetapi kosong dari hidayah. Ulama mereka adalah sejahat – jahat makhluk yang ada di bawah kolong langit. Dari merekalah keluar fitnah, dan kepada mereka jua fitnah itu akan kembali.” [HR. Baihaqi]

Kembali kedalam ayat 74 surah al-baqoroh. Tentu secara lahiriah ayat tersebut mengabarkan tentang kondisi ketebalan dan kekerasan hati kaum bani israel terhadap Alloh. Mekipun telah mereka dapati berbagai macam mukjizat nabi musa a.s. secara bathiniah ayat tersebut setidaknya mengingatkan kepada kita untuk senantiasa istiqomah dalam keimanan dan syukur.
Selam kita hidup di dunia, akan banyak kotoran yang sangat mungkin untuk menghinggapi hati sehingga menyebabkan ia menjadi berkerak dan mengeras laksana batu atau besi. Namun meskipun demikian, Alloh telah berkasih sayang kepada kita dengan tetap memancarkan mata air – mata air hikmah yang menyegarkan dari kekerasan hati kita masing – masing.

Bentuk dari mata air ini berupa banyak macam, salah satunya adalah kejernihan fikir, cemerlangnya ide, dan bijaksanya perkataan yang diluar kehendak kita pribadi. Ketaatan, kehendak untuk bermakrifat dan mendekatkan diri kepadaNya, dan lain sebagainya yang merupakan oase bagi kegersangan jiwa dan fikiran. Manusia yang terlampau terpaku dan terpukau dengan dunia sangat rawan untuk dihinggapi rasa jenuh dan suntuk. Oase dari kesuntukan itu adalah laksana mata air nan jernih.

Salah satu lagi bentuk oase bagi jiwa yang dikaruniakan bagi hamba – hamba yang dipilihNya adalah berupa kerinduan untuk senantiasa menumbuhkan dzikir dalam diri hambaNya. Dengan dzikir yang disertai dengan kesadaran penuh untuk menyerahkan diri secara total hanya kepada Alloh inilah yang tergambar dengan pemisalan ‘batu batu yang berguguran karena takut kepada Alloh’. Seorang hamba yang menyerahkan diri secara totalitas sudah dapat dipastikan hatinya akan remuk redam dan air mata mengalir sejadi jadinya.

Dan yang demikian itulah Alloh tidak akan menyia – nyiakannya. Alloh sekali – kali tidak akan lengah terhadap apapun yang kita lakukan. Meski sekecil apapun itu. Suatu riwayat dari nabi s.a.w mengabarkan bahwa kelak ketika semua makhluq telah dibangkitkan kembali untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya semasa di dunia, akan ada sebuah gunung api yang mendekati kaum muslimin seolah hendak membakar seluruh kaum muslimin. Namun sekonyong – konyong datang malaikat jibril dengan membawa semangkok air, kemudian ia siramkan kepada gunungan api tersebut. Maka padamlah api tersebut. Lalu rosululloh bertanya kepada jibril a.s mengenai air apakah itu? Dan dijawablah bahwa itu adalah air tangisan hamba – hamba Alloh yang beriman karena mereka takut kepada Alloh s.w.t.

Jadi secara singkat penulis menyatakan bahwa ayat ini sesungguhnya menyimpan 2 kondisi sekaligus bagi hamba alloh yang beriman. Yakni kondisi Harap dan Cemas. Dan memang demikian itulah sikap yang musti dimiliki oleh tiap – tiap muslimin. Berharap akan hidayah Alloh dengan kemudian disertai syukur dan doa. Dan juga cemas akan posisi kita di hadapan Alloh (khouf), dengan disertai istighfar juga tasbih tahmin tahlil.

Ketika kita membaca tiap ayat daripada Al-qur’an, sebaiknya pertama kali kita arahkan ayat itu kepada diri kita. Maksudnya bersikaplah seolah ayat itu adalah untuk diri kita. Dengan demikian kehadiran hati akan kesadaran kita terhadap Alloh akan muncul. Dalam posisi demikian insyaAlloh Alloh akan melimpahkan pemahaman – pemahaman rahasia dari tiap – tiap ayat yang sedang kita baca. Jadi ketika kita membaca ayat – ayat suci al-qur’an seolah – olah kita benar – benar sedang berdialog dengan Alloh yang pemilik firman.


Oke masing – masing orang mungkin akan memperoleh pemahaman yang berbeda satu – sama lain, atau mungkin bisa juga sama. Yang seperti ini terserah Alloh yang Maham menguasai hati manusia. Tafsir – tafsir yang telah saya sampaikan di atas semoga mengantarkan pembaca sekalian untuk memahami atau menangkap pesan – pesan yang tersembunyi di balik al-qur’an untuk pembaca sekalian. 

Wallohu khoirul muwaffiq. 
Wallohu’alam bish-showab. 
Alfatihah.

Muqoddimah Nderes qur'an Romadhon-1

Kalau kita dengar kata nderes (bahasa jawa), biasanya kita akan terpaku pada pemahaman bahwa nderes itu adalah membaca al-qur’an dengan keindahan suara secara tartil. Sama halnya dengan ketika kita mendengar istilah ‘membaca’ dalam bahasa arab (tilawah / qiro’ah) ataupun indonesia sendiri. Biasanya tangkapan kita justru akan menuju pada satu sudut membaca saja. Maksudnya pokoknya hanya membaca.

Terlebih kita yang berada jauh di tanah kelahiran bahasa arab. Pokoknya sudah membaca dengan suara yang indah ya sudah sah dan oke.
Sebenarnya bukan demikian. Yang dimaksud nderes (dalam bahasa jawa) ataupun qiro’ah (membaca dalam bahasa arab), titik leburnya adalah justru ada pada peresapan makna dari apa yang sedang kita baca. Mengenai hal ini salah satu ulama nusantara atau dapat kita sebut beliau sebagai guru bangsa di zaman ini mengatakan, “kesuksesan seorang qori’ (orang yang melantunkan ayat – ayat al-qur’an dengan nada – nada indah) bukanlah terletak pada seberapa banyak audien (orang yang mendengarkan) menjadi terpukau akan keindahan suaranya. Melainkan seberapa banyak audien yang jadi merenung memahami makna dari apa yang sedang dibacanya dan kemudian membangkitkan kesadaran ilahiah pada diri para audiensnya.”

Demikian itu sebenarnya apa yang selama ini mungkin kita pahami sekilas sedang mengalami pergeseran makna. Kalau orang arab sendiri, tentu sudah mengetahui tentang apa yang dibacanya ketika ia sedang melantunkan ayat – ayat suci al-qur’an. Minimal mereka tahu arti dari apa yang sedang mereka baca, sebagaimana kita tahu apa yang sedang kita baca dari tulisan ini.

Meskipun demikian, tentu tetap ada lintasan – lintasan yang musti di terjemahkan lebih luas lagi atau perlu ditafsirkan lebih mendetail lagi. Hal seperti ini tentu memang mafhum karena keluasan makna dari masing – masing ayat al-qur’an yang terpadatkan menjadi sedemikian indah dan singkat namun jelas. Ayat – ayat al-qur’an yang sedang kita baca saat ini mungkin dapat saya ibaratkan seperti file .rar / .zip dalam komputer yang untuk menguraikan isi – isinya tentu kita harus mengekstraknya. 
Demikan pula tafsir al-qur’an adalah seumpama hasil ekstrak dari tiap – tiap butiran ayat al-qur’an.

Nah nderes al-qur’an pada taraf pertama memang hanyalah sekedar membaca. Hal ini yang umum dilakukan oleh para muslimin luar arab di taraf awal pengenalannya akan islam. Terlebih meskipun hanya sekedar membaca, sesungguhnya al-qur’an sudah akan menelurkan cahaya – cahaya rahmat dari Alloh ke dalam diri si hamba yang sedang membacanya. Meskipun tidak secerah cahaya yang merasuk ketika kita membaca al-qur’an dengan disertai paham / mengerti artian dari apa yang sedang kita baca.

Yang kedua tentu taraf di mana muslimin mulai menguatkan imannya untuk memahami lebih dalam lagi tentang agamanya (islamnya). Yakni dengan berusaha untuk memahami bahasa yang telah digunakan dalam al-qur’an. Dimana dengan memahami bahasa yang digunakan oleh al-qur’an kita akan dapat memahami apa yang dikatakan oleh Alloh melalui firmanNya yang tertuang dalam al-qur’an. Jadi ketika kita membaca al-qur’an seolah olah kita tidak lagi membaca bahasa asing, melainkan seperti membaca menggunakan bahasa kita sendiri. Dengan begitu kita akan membacanya dengan langsung paham artiannya. Dan hal yang seperti ini akan memudahkan kita beranjak mengerti maksud dari apa yang sedang kita baca dari ayat – ayat Alloh s.w.t.

Taraf ketiga dari yang dimaksud dengan nderes sejatinya adalah beranjak belajar memahami apa yang dikandung oleh al-qur’an secara lebih luas. Yaitu dengan mempelajari tafsiran – tafsiran dari para ulama yang telah lebih dahulu menangkap pemahaman tentang keluasan keluasan dimensi al-Qur’an. Dengan mempelajari penafisran penafsiran dari para ulama setidaknya pemahaman kita mengenai keluasan al-qur’an akan bertambah. Yang tentu saja hal ini akan memicu keluasan peritahNya terhadap diri kita masing masing.

Dari tanjakan pembelajaran kita atas penafsiran para ulama yang tentunya lebih menguasai berbagai disiplin ilmu (mulai balaghoh / tata bahasa arab hingga asbabun nuzul dan hadist hingga lebih tinggi lagi), kita akan beranjak pula untuk menggapai pemahaman yang lebih original. Pemahaman yang langsung diturunkan oleh Alloh kepada setiap hamba – hambaNya yang memiliki iman barang sekecil zarroh sekalipun. Di taraf terakhir ini kita akan memahami makna – makna rahasia daripada tiap butiran ayat – ayat suci al-Qur’an.

Nderes al-Qur’an yang sebenarnya adalah perjalanan manusia tentang penyingkapan – penyingkapan rahasia firmanNya secara haq. Hal ini sebagaimana yang telah disabdakan oleh baginda nabi yang mulia s.a.w, “bacalah al-qur’an dan temukanlah hal – hal yang rahasia daripadanya”, juga sabda beliau s.a.w, “al-qur’an itu memiliki dimensi dhohir dan bathin yang selaras”. Demikian juga sabda beliau s.a.w, Apabila seorang ingin berdialog dengan Robbnya maka hendaklah dia membaca al-qur’an. [H.R Ad-Dailami dan Al-Baihaqi]

Hal seperti apa yang telah disabdakan oleh baginda nabi muhammad s.a.w tersebut akan mustahil digapai tanpa kita memahami apa – apa yang sedang kita baca dari ayat – ayat al-qur’an. Dan Mengenai makna dari nderes atau membaca al-qur’an sebagaimana yang telah saya sampaikan di atas pula, mungkin ada baiknya juga kita menyimak apa yang telah diuraikan oleh beberapa ulama tafsir yang pernah ada tentang membaca (tilawah) al-qur’an. Dalam hal ini saya ajukan ayat 29 surah fathir.

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَٰبَ ٱللَّهِ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنفَقُوا۟ مِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ سِرًّۭا وَعَلَانِيَةًۭ يَرْجُونَ تِجَٰرَةًۭ لَّن تَبُورَ 
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah.........”

imam Baidhowi dalam tafsirnya “Tafsir Baidhowi” ketika beliau menafsirkan al-Qur’an surat Fathir ayat 29 tersebut, beliau menuliskan / menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan ”yatluuna al-kitaballoh” (yang selalu membaca kitab Alloh) adalah mereka yang hanya sekedar membaca al-qur’an ataupun mereka yang senantiasa meneliti isi kandungan dari al-Qur’an tersebut.

Sedangkan dalam kitab tafsir Jalalain, pada ayat yang sama dikatakan bahwa yang dimaksud dengan ‘selalu membaca kitab Alloh’ itu adalah selalu mempelajarinya. Lebih jelas lagi mengenai makna yang dimaksud dari membaca kitab Alloh dalam surah Fathir ayat 29, tertuang dalam kitab tafsir Fi Zilalil Qur’an adalah bahwa, “Membaca kitab Alloh bermakna selain melewati kata – katanya dengan suara atau tanpa suara. Membacanya bermakna juga merenunginya, yang berakhir pada kesadaran dan pengaruh pada diri, yang mengantarkan pada berbuat dan bertindak setelahnya. Oleh karena itu dalam ayat 29 surah fathir pembacaan dilanjutkan dengan mendirikan sholat dan menginfakkan sebagian rizki dari Alloh secara diam – diam maupun terang – terangan.”

Cukup jelas kiranya para ulama tafsir menguraikan makna dari membaca adalah bukan hanya membaca secara lisan atau membaca secara sirri tanpa mengetahui makna dari apa yang dibacanya, melainkan juga membaca yang disertai dengan renungan – renungan dari apa yang telah dibacanya. Dan renungan semacam ini tentu tidak akan didapatkan tanpa kita mengerti apa yang sedang kita bacakan. Jika saja kita hanya membaca dengan mengabaikan berbagai kanduungan yang ada di dalamnya, tentu kita akan menjadi buta akan firman Alloh alias kita akan tergurung untuk mengacuhkan perintahNya laksana apa yang telah kita baca seperti angin lalu saja. Kiranya hal seperti inilah yang dimaksud oleh baginda nabi s.a.w dalam sabda beliau, “betapa banyak orang yang membaca al-qur’an namun al-qur’an sendiri melaknatnya”.

Beberapa qori’ yang pernah saya temui sepakat bahwa al-qur’an akan melaknat mereka yang membacanya dengan asal – asalan. Mulanya asal – asalnya dari segi pelafalannya, namun ketika kita renungi lebih dalam lagi, tentu laknat dari al-qur’an yang paling besar adalah terletak pada asal – asalan dari penerjemahan / pengertian / pemaknaan daripadanya sendiri. Rosululloh s.a.w juga telah bersabda, “barangsiapa yang menafsirkan al-qur’an berdasarkan dari hawa nafsunya sendiri, hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di neraka”.

Sampai di sini juga semoga kita dapat menangkap hikmah dan menelaah peristiwa turunnya wahyu pertama kepada baginda nabi s.a.w. Telah diriwayatkan bahwa ketika baginda nabi s.a.w mendapatkan wahyu “Iqro’ (bacalah)”, beliau kebingungan tentang apa yang harus beliau baca, sedangkan beliau sendiri adalah seorang yang tidak menguasai baca tulis. Hal ini terus berulang hingga jibril a.s mengulangnya sampai sebanyak tiga kali. Barulah rosululloh s.a.w menyadari tentang apa yang harus beliau baca ketika jibril a.s menyampaikan, “iqro’ bismirobbika al-ladzi kholaq”

Tentang wahyu pertama yang beliau s.a.w dapatkan ini juga telah ditafsirkan oleh beberapa ulama bahwa membaca yang sesungguhnya adalah perenungan terhadap segala apapun. Rosululloh yang hidup di masa jahiliyah quraisy mendapat titah pertama dari Alloh untuk merenung, mengendapkan rahsa dan diri tentang awal mula penciptaan. Perenungan yang diawali dengan asma Alloh yang telah menciptakan. Perenungan akan keluhuran derajat Robb atas segala makhluq. Juga perenungan mengenai Robb yang telah mengajarkan banyak hal kepada manusia. Yang tergambar pada peletakan kesadaran mengenai kesadaran baginda nabi ketika beliau menangkap maksud dari jibril a.s yang membawa wahyu iqro’.

Nah kembali lagi pada masalah nderes, apa yang mungkin selama ini telah kita pahami bahwa nderes adalah hanya membaca. Di romadhon ini saya ingin mengajak saudara sekalian untuk meningkatkan deresan kita. Dari yang semula hanya membaca, kini kita tingkatkan untuk mempelajari, kemudian memahami, merenungi dan selanjutnya menyibak rahasia al-qur’an dalam diri kita masing – masing insyaAlloh.

ٱقْرَأْ بِٱسْمِ رَبِّكَ ٱلَّذِى خَلَقَ # خَلَقَ ٱلْإِنسَٰنَ مِنْ عَلَقٍ # ٱقْرَأْ وَرَبُّكَ ٱلْأَكْرَمُ # ٱلَّذِى عَلَّمَ بِٱلْقَلَم#  عَلَّمَ ٱلْإِنسَٰنَ مَا لَمْ يَعْلَمْ#  كَلَّآ إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَيَطْغَىٰٓ#  أَن رَّءَاهُ ٱسْتَغْنَىٰٓ#  إِنَّ إِلَىٰ رَبِّكَ ٱلرُّجْعَىٰٓ#  أَرَءَيْتَ ٱلَّذِى يَنْهَىٰ # عَبْدًا إِذَا صَلَّىٰٓ # أَرَءَيْتَ إِن كَانَ عَلَى ٱلْهُدَىٰٓ # أَوْ أَمَرَ بِٱلتَّقْوَىٰٓ # أَرَءَيْتَ إِن كَذَّبَ وَتَوَلَّىٰٓ # أَلَمْ يَعْلَم بِأَنَّ ٱللَّهَ يَرَىٰ # كَلَّا لَئِن لَّمْ يَنتَهِ لَنَسْفَعًۢا بِٱلنَّاصِيَةِ # نَاصِيَةٍۢ كَٰذِبَةٍ خَاطِئَةٍۢ # فَلْيَدْعُ نَادِيَهُۥ # سَنَدْعُ ٱلزَّبَانِيَةَ # كَلَّا لَا تُطِعْهُ وَٱسْجُدْ وَٱقْتَرِب ۩

Paling Sering Diakses

Bersikap Menerima Ketika Dalam Keadaan Fasik

 فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا "Maka Alloh mengilhamkan kepadanya (jiwa) kefasikan dan ketakwaan" [Q.S. Asy-Syams : 8] sej...