ثُمَّ قَسَتْ
قُلُوبُكُم مِّنۢ بَعْدِ ذَٰلِكَ فَهِىَ كَٱلْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةًۭ ۚ
وَإِنَّ مِنَ ٱلْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ ٱلْأَنْهَٰرُ ۚ وَإِنَّ
مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ ٱلْمَآءُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا
يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ ٱللَّهِ ۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu,
bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang
mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah
lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur
jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa
yang kamu kerjakan”
[Q.S Al-Baqoroh : 74]
Bismillahirrohmaanirrohiim
......
Yang pertama kami awali
dengan al-qur’an surah al-baqoroh ayat 74, yang secara lahiriahnya menceritakan
tentang kekufuran kaum bani israil. Di mana mereka telah terlampau sering
mendustakan ayat – ayat Alloh meskipun telah banyak pula mereka menyaksikan mukjizat
– mukjizat yang diberikan oleh Alloh kepada nabi musa a.s.
Meskipun demikian, mereka
tetap dalam keragu – raguan dan dalam kekufuran yang nyata. Maka diibaratkanlah
hati mereka laksana batu bahkan lebih keras lagi daripada batu.
Sebelum mentadabburi ayat
ini, akan kami sampaikan juga 3 penafsiran dari kitab – kitab tafsir jalalain,
al-baidhowi dan zilalil Qur’an.
ثُمَّ قَسَتْ
قُلُوبُكُمْ أيها اليهود صلبت عن قبول الحق مِن بَعْدِ ذلك المذكور من إحياء القتيل وما قبله من
الآيات فَهِىَ كالحجارة في القسوة أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً منها وَإِنَّ
مِنَ الحجارة لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الأنهار وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ
فيه إدغام (التاء) في الأصل في (الشين) فَيَخْرُجُ مِنْهُ
الماء وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ ينزل من علو إلى سُفْلٍ مِّنْ خَشْيَةِ الله وقلوبكم لا تتأثر ولا تلين ولا تخشع
وَمَا الله بغافل عَمَّا تَعْمَلُونَ وإنما يؤخركم
لوقتكم وفي قراءة بالتحتانية [يعلمون] وفيه الإلتفاف عن الخطاب
(Kemudian hatimu
menjadi keras) ditujukan kepada orang-orang
Yahudi hingga tak dapat dimasuki kebenaran (setelah
itu) yakni setelah peristiwa dihidupkannya orang yang telah mati dan
kejadian-kejadian sebelumnya, (maka ia adalah seperti
batu) dalam kerasnya (atau lebih keras lagi)
daripada batu. (Padahal di antara batu-batu itu
sesungguhnya ada yang mengalir anak-anak sungai daripadanya dan di antaranya
ada pula yang terbelah) asalnya 'yatasyaqqaqu' lalu ta diidgamkan pada
syin hingga menjadi 'yasysyaqqaqu' (lalu keluarlah air
daripadanya dan sesungguhnya di antaranya ada pula yang jatuh meluncur)
dari atas ke bawah (karena takut kepada Allah)
sebaliknya hatimu tidak terpengaruh karenanya serta tidak pula menjadi lunak
atau tunduk. (Dan Allah sekali-kali tidak lengah
terhadap apa yang kamu kerjakan) hanya ditangguhkan-Nya menjatuhkan
hukuman hingga saatnya nanti. Menurut satu qiraat bukan 'ta`maluun' tetapi
'ya`maluun', artinya 'yang mereka kerjakan,' sehingga berarti mengalihkan arah
pembicaraan. [Tafsir jalalain]
)ثم قست قلوبكم (
القساوة عبارة عن الغلظ مع الصلابة كما في الحجر وقساوة القلب مثل في نبوه عن
الاعتبار وثم الاستبعاد القسوة ) من بعد ذلك(
يعني إحياء القتيل أو جميع ما عدد من الآيات فإنها مما توجب لين القلب ) فهي كالحجارة( في قسوتها )أو أشد قسوة(
منها والمعنى أنها في القساوة مثل الحجارة أو أزيد عليها أو أنها مثلها أو مثل ما هو أشد منها قسوة كالحديد
فحذف المضاف وأقيم المضاف إليه مقامه ويعضده قراءة الحسن بالجر عطفا على الحجارة
وأنما لم يقل أقسى لما في أشد من المبالغة والدلالة على اشتداد القسوتين واشتمال
المفضل على زيادة و )أو( للتخيير أو
للترديد بمعنى أن من عرف حالها شبهها بالحجارة أو بما هو أقسى منها . )وإن من الحجارة لما يتفجر منه الأنهار وإن منها لما يشقق فيخرج منه
الماء وإن منها لما يهبط من خشية الله( تعليل للتفضيل والمعنى أن الحجارة تتأثر وتنفعل فإن
منها ما يتشقق
فينبع منه الماء وتنفجر منه الأنهار ومنها ما يتردى من أعلى الجبل انقيادا لما
أراد الله تعالى به وقلوب هؤلاء لا تتأثر ولا تنفعل عن أمره تعالى والتفجر التفتح
بسعة وكثرة والخشية مجاز عن الانقياد وقرىء )إن( على أنها المخففة من الثقيلة وتلزمها اللام
الفارقة بينها وبين إن النافية ويهبط بالضم . )وما الله بغافل عما تعملون(
وعيد على ذلك وقرأ ابن كثير ونافع ويعقوب وخلف وأبو بكر بالياء ضما إلى ما بعده
والباقون بالتاء .
(Kemudian hatimu
menjadi keras) kerasnya hati mereka diibaratkan sebagaimana tebalnya besi juga kerasnya bebatuan. Kerasnya hati adalah lepasnya ia
dari pengambilan pelajaran dari berbagai peristiwa yang telah disaksikan.
Dengan demikian ia semakin keras dan jauh (dari
kesudahan itu) yakni menghidupkan kembali orang yang telah mereka bunuh
atau mengumpullkan perjanjian untuk berlaku lemah lembut setelah mereka
menyaksikan peristiwa – peristiwa itu (maka ia adalah
seperti batu) dalam kerasnya hati mereka (atau
lebih keras lagi) daripada kerasnya batu. Adapun makna dari kerasnya
hati yang diumpamakan dengan batu atau yang lebih keras lagi adalah sebagaimana
kerasnya besi. Maka dibuanglah mudhof dan ditetapkannya mudhof ilaih pada
posisinya dan tetap dibaca jer. Adapun athof dari lafadz khijaroh tidak dibaca
sebagaimana mestinya dalam tata bahasa arab adalah untuk menunjukkan tekanan
dari 2 jenis kekerasan / ketebalan yang digunakan untuk permisalan sebelum
sebelumnya. Dan lafadz “au” -atau- sebagai penghubung -athof- atau untuk
mengulang ulang dengan makna sesungguhnya siapapun yang menemui kondisi yang demikian
tentu ia juga akan menyerupakan hal yang demikian itu dengan permisalan batu
atau yang semacamnya. (Padahal di antara batu-batu itu
sesungguhnya ada yang mengalir anak-anak sungai daripadanya dan di antaranya
ada pula yang terbelah lalu keluarlah air daripadanya dan sesungguhnya di
antaranya ada pula yang jatuh meluncur karena takut kepada Allah) kisah
ini diulang ulang lagi dengan maksud untuk menunjukkan bahwa adanya batu yang
memancarkan sungai sungai dan mata air serta bebatuan yang berguguran jatuh
karena takut kepada Alloh itu adalah tidak dapat mereka tolak. Dan hati mereka
tetap tidak berubah -dari kekerasannya- dan juga tetap tidak mematuhi perintah
Alloh s.w.t. (Dan Allah sekali-kali tidak lengah
terhadap apa yang kamu kerjakan) mengenai bacaan ini, ibnu katsir,
nafi’, ya’qub, abu bakar telah membaca dengan huruf ya’ didhommah hingga
setelah itu barulah ditetapkan dengan huruf ta’ [Tafsir Al-Baidhowi]
Tafsir fi zilalil Qur’an : Batu itu dijadikan perbandingan bagi hati mereka. Ternyata
hati mereka lebih gersang dan lebih keras daripada batu itu – batu yang mereka
kenal sejak dulu. Mereka pernah melihat batu yang memancarkan dua belas mata
air. Mereka pernah melihat gunung yang hancur lebur ketika Alloh bertajalli
menampakkan diri kepadanya dan Musa jatuh pingsan menyaksikan gunung itu. Namun
hati mereka tak pernah lunak dan lembut , serta tak pernah bergetar merasa
takut dan takwa. Hati mereka keras kasar dan gersang serta kafir. Oleh karena
itu datanglah ancaman ini, “Alloh sekali – kali tidak lengah dari apa yang
kamu kerjakan”.
Secara
lahiriah dapat kita pahami makna ayat diatas dari penjelasan penafsiran para
ulama yang terdahulu. Namun secara maknawiah, dapat kita temui secara halus
Alloh mengibaratkan hati yang keras dengan batu, sedangkan air yang terpancar
adalah hikmah – hikmah atau buah makrifatulloh. Mungkin secara harfiah kita
akan menilai bahwa itu adalah kisah tentang kaum terdahulu. Namun sebagaimana
yang pernah baginda nabi muhammad s.a.w sampaikan bahwa al-qur’an ini adalah
mukjizat yang telah diberikan oleh Alloh kepada beliau s.a.w.
Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada
seorang nabi, kecuali diberi mukjizat kenabian yang sesuai, yang diimani
manusia. Sedangkan yang diberikan kepadaku adalah wahyu yang diturunkan Allah.
Aku berharap, akulah yang paling banyak pengikut dibanding mereka nanti di hari
kiamat. (Shahih Muslim No.217)
Dan telah mafhum kita
ketahui bahwa al-qur’an hingga saat ini masih dapat kita peluk. Tentunya ini
adalah satu – satunya mukjizat yang akan terus berlaku selama ia belum di tarik
kembali oleh Alloh s.w.t. karena suatu ketika nanti Alloh akan melenyapkan
al-qur’an. Diriwayatkan dari sayyidin Ali bin abi tholib k.w, ia berkata bahwa
rosululloh s.a.w telah bersabda, “sudah hampir tiba suatu zaman, kala itu
tidak ada lagi dari islam kecuali hanya namanya, dan tidak ada dari al-qur’an
kecuali hanya tulisannya. Masjid – masjid mereka indah tetapi kosong dari
hidayah. Ulama mereka adalah sejahat – jahat makhluk yang ada di bawah kolong
langit. Dari merekalah keluar fitnah, dan kepada mereka jua fitnah itu akan
kembali.” [HR. Baihaqi]
Kembali
kedalam ayat 74 surah al-baqoroh. Tentu secara lahiriah ayat tersebut
mengabarkan tentang kondisi ketebalan dan kekerasan hati kaum bani israel
terhadap Alloh. Mekipun telah mereka dapati berbagai macam mukjizat nabi musa
a.s. secara bathiniah ayat tersebut setidaknya mengingatkan kepada kita untuk
senantiasa istiqomah dalam keimanan dan syukur.
Selam
kita hidup di dunia, akan banyak kotoran yang sangat mungkin untuk menghinggapi
hati sehingga menyebabkan ia menjadi berkerak dan mengeras laksana batu atau
besi. Namun meskipun demikian, Alloh telah berkasih sayang kepada kita dengan
tetap memancarkan mata air – mata air hikmah yang menyegarkan dari kekerasan
hati kita masing – masing.
Bentuk
dari mata air ini berupa banyak macam, salah satunya adalah kejernihan fikir,
cemerlangnya ide, dan bijaksanya perkataan yang diluar kehendak kita pribadi.
Ketaatan, kehendak untuk bermakrifat dan mendekatkan diri kepadaNya, dan lain
sebagainya yang merupakan oase bagi kegersangan jiwa dan fikiran. Manusia yang
terlampau terpaku dan terpukau dengan dunia sangat rawan untuk dihinggapi rasa
jenuh dan suntuk. Oase dari kesuntukan itu adalah laksana mata air nan jernih.
Salah
satu lagi bentuk oase bagi jiwa yang dikaruniakan bagi hamba – hamba yang
dipilihNya adalah berupa kerinduan untuk senantiasa menumbuhkan dzikir dalam
diri hambaNya. Dengan dzikir yang disertai dengan kesadaran penuh untuk
menyerahkan diri secara total hanya kepada Alloh inilah yang tergambar dengan
pemisalan ‘batu batu yang berguguran karena takut kepada Alloh’. Seorang hamba
yang menyerahkan diri secara totalitas sudah dapat dipastikan hatinya akan
remuk redam dan air mata mengalir sejadi jadinya.
Dan
yang demikian itulah Alloh tidak akan menyia – nyiakannya. Alloh sekali – kali
tidak akan lengah terhadap apapun yang kita lakukan. Meski sekecil apapun itu.
Suatu riwayat dari nabi s.a.w mengabarkan bahwa kelak ketika semua makhluq
telah dibangkitkan kembali untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya semasa di
dunia, akan ada sebuah gunung api yang mendekati kaum muslimin seolah hendak
membakar seluruh kaum muslimin. Namun sekonyong – konyong datang malaikat
jibril dengan membawa semangkok air, kemudian ia siramkan kepada gunungan api
tersebut. Maka padamlah api tersebut. Lalu rosululloh bertanya kepada jibril
a.s mengenai air apakah itu? Dan dijawablah bahwa itu adalah air tangisan hamba
– hamba Alloh yang beriman karena mereka takut kepada Alloh s.w.t.
Jadi
secara singkat penulis menyatakan bahwa ayat ini sesungguhnya menyimpan 2
kondisi sekaligus bagi hamba alloh yang beriman. Yakni kondisi Harap dan Cemas.
Dan memang demikian itulah sikap yang musti dimiliki oleh tiap – tiap muslimin.
Berharap akan hidayah Alloh dengan kemudian disertai syukur dan doa. Dan juga
cemas akan posisi kita di hadapan Alloh (khouf), dengan disertai istighfar juga
tasbih tahmin tahlil.
Ketika
kita membaca tiap ayat daripada Al-qur’an, sebaiknya pertama kali kita arahkan
ayat itu kepada diri kita. Maksudnya bersikaplah seolah ayat itu adalah untuk
diri kita. Dengan demikian kehadiran hati akan kesadaran kita terhadap Alloh
akan muncul. Dalam posisi demikian insyaAlloh Alloh akan melimpahkan pemahaman
– pemahaman rahasia dari tiap – tiap ayat yang sedang kita baca. Jadi ketika
kita membaca ayat – ayat suci al-qur’an seolah – olah kita benar – benar sedang
berdialog dengan Alloh yang pemilik firman.
Oke
masing – masing orang mungkin akan memperoleh pemahaman yang berbeda satu –
sama lain, atau mungkin bisa juga sama. Yang seperti ini terserah Alloh yang
Maham menguasai hati manusia. Tafsir – tafsir yang telah saya sampaikan di atas
semoga mengantarkan pembaca sekalian untuk memahami atau menangkap pesan –
pesan yang tersembunyi di balik al-qur’an untuk pembaca sekalian.
Wallohu
khoirul muwaffiq.
Wallohu’alam bish-showab.
Alfatihah.
0 comments:
Posting Komentar