Senin, 01 Desember 2014

By Pass

Monggo Ngaji Hikam dikit....
Sarapan Sore
“Andaikan engkau tidak dapat sampai kepada Alloh kecuali sesudah habis lenyap semua dosa dan kekotoran syirik, niscaya engkau tidak akan pernah sampai kepadaNya untuk selamanya. Tetapi jika Alloh akan menarik / menyampaikan engkau kepadaNya, Ia menutupi sifatmu dengan sifatNya dan kekuranganmu dengan kurnia kekayaanNya. Maka Alloh menyampaikan engkau kepadaNya dengan apa yang diberikan olehNya kepadamu, bukan karena amal perbuatanmu yang engkau hadapkan kepadaNya.” [Hikmat 141 Al-Hikam]
Abul-Hasan Ali Asy-Syadzili berkata : seorang wali tidak akan sampai kepada Alloh, jika ia masih ada syahwat atau usaha ikhtiar sendiri. Karena itu jika Alloh tidak menarik hambaNya, dan membiarkannya dengan usaha ikhtiarnya sendiri, takkan sampai kepada Alloh untuk selama-lamanya. Karena itu jika Alloh akan menarik dan segera menyampaikan hambanya, maka ditampakkan kepadanya sifat-sifat Alloh. Sehingga mati kehendak dan ikhtiar usaha sendiri. Dan segera menyerah kepada irodat kehendak dan putusan pemberian Tuhan, maka ketika itu ia sampai kepada Alloh karena tarikan Alloh. Bukan karena amal usahanya sendiri, sampai karena kurnia Alloh, bukan karena ibadat dan taatnya kepada Alloh.
~***~
Mungkin kita sudah sama-sama mengetahui adanya sebuah hadist dari Kanjeng Nabi s.a.w tentang peperangan/jihad terbesar manusia bukanlah ketika memerangi kaum kafir, melainkan ketika seseorang memerangi nafsunya sendiri.
Mungkin kita juga sering mendengar pernyataan – pernyataan senada yang intinya kita dianjurkan untuk memerangi nasfu kita sendiri. Namun jika kita pelajari, kita tafakkur-i perihal ini, kok tampaknya si-nafsu bukannya semakin K.O melainkan semakin pandai mengelabuhi kita. Apalagi jika cara perlawanan kita mengikuti berbagai teori yang pernah kita temui dari berbagai macam tulisan (utamanya yang otodidak / tanpa guru pembimbing). Seolah – olah si nafsu ini malah mampu mengelabuhi kita sebelum kita bertindak.
Nah lho… kalau sudah begini terus bagaimana? Kapan kita bisa memenangkan peperangannya?
Apakah dawuhnya Kanjeng Nabi s.a.w itu salah tentang melawan Nafsu? Tidak, bukan salah, Kanjeng Nabi itu benar, melawan nafsu itu merupakan satu keharusan. Namun bagaimana cara kita menyikapinya, bagaimana cara kita memeranginya, bagaimana taktik kita untuk bisa menundukkannya.
Ada baiknya jika kita mau menyimak tutur kata budayawan kita “Cak Nun” yang menyinggung masalah peperangan. Dalam tutur katanya Cak Nun menyampaikan bahwasannya untuk memenangkan peperangan, sebelumnya kita harus mampu mengenali lawan kita dan menyamarkan identitas diri kita.
Karena kalau kita tidak mampu mengenali lawan kita, tentu kita akan kerepotan untuk bisa mengalahkannya. Dan jika kita tidak mampu mampu menyamarkan identitas diri kita, dengan kata lain semua kelebihan dan kekurangan kita dapat dengan mudah di ketahui oleh lawan – lawan kita, tentu lawan kita akan dapat dengan mudah mengalahkan kita.
Satu contoh, jika kita dianggap seekor kancil atau kuda yang larinya cepat, tentu lawan – lawan kita akan memperlakukan atau menyerang kita dengan menggunakan alat – alat atau senjata – senjata yang biasa digunakan untuk melumpuhkan kancil atau kuda tersebut. Dan hal semacam ini memang akan sangat untuk menaklukkan kuda atau kancil tersebut. Namun jika si kancil atau si kuda ini tiba – tiba menjadi katak, atau bekicot, tentu alat – alat tersebut tidaklah banyak berguna. Begitupun sebaliknya.
Seperti itulah contohnya…
Mengenai bab semacam ini, saya pernah mendengar perkataan seorang biksu, kala itu dia sedang membahas tentang nafsu / syahwat. Ia menjelaskan bahwa untuk melunakkan nafsu, kita tidak harus ngoyo untuk melawannya. Karna jika kita melawannya dengan kekuatan yang besar, tentu akan semakin besar pula perlawanan darinya.
Lantas apakah kita akan mengikutinya begitu saja?
Imam Al-ghozali dalam kitab karyanya “minhajul ‘Abidin” memberikan gambaran seputar pelunakan nafsu, beliau mengibaratkan nafsu ini adalah anjing galak, jika kita bertemu dengan anjing yang galak ini, kemudian anjing ini menyerang kita, apakah kita harus melawannya, sedang jika kita melawannya, akan semakin galak juga anjing ini.?
Sebetulnya kita tidak perlu repot – repot meladeni anjing ini, karena jika kita meladeni anjing, kita hanya akan buang – buang waktu dan tenaga. Melainkan kita laporkan saja kepada si majikan anjing, agar pemiliknya yang menjinakkan anjing ini. Dengan demikian maka kita tidak perlu lagi repot – repot membuang-buang tenaga dan waktu kita.
Demikian pula apa yang harusnya kita lakukan untuk menghadapi nafsu / syahwat yang disusupi oleh musuh – musuh kita. Langsung saja kita adukan pada majikannya. Yang kebetulan majikannya ini adalah majikan kita juga. Allohu Jalla Jalalah.
~***~
Maka seperti itulah yang termaksud dalam hikmat Al-Hikam 141, laa haula wa laa quwwata illa billah.
Tidak ada daya dan upaca kecuali karena Alloh.
Laa maujud illalloh
Wallohu’alam …..
Wassalamualaikum.

0 comments:

Posting Komentar

Paling Sering Diakses

Bersikap Menerima Ketika Dalam Keadaan Fasik

 فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا "Maka Alloh mengilhamkan kepadanya (jiwa) kefasikan dan ketakwaan" [Q.S. Asy-Syams : 8] sej...