Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
قَا لُوْا لَئِنْ لَّمْ تَنْتَهِ يٰـنُوْحُ لَـتَكُوْنَنَّ مِنَ الْمَرْجُوْمِيْنَ
_"Mereka berkata, "Wahai Nuh! Sungguh, jika engkau tidak (mau) berhenti, niscaya engkau termasuk orang yang dirajam (dilempari batu sampai mati).""_
(QS. Asy-Syu'ara' 26: Ayat 116)
--------------
Secara dhohiriah, ayat ini mengkisahkan histori ancaman kaum Nabi Nuh a.s terhadap ajakan untuk beriman dan mengikuti ajaran yang dibawa Nabi Nuh a.s.
Ancaman yang selalu dilakukan oleh orang² yang buta hatinya untuk menerima kebenaran, adalah sebagaimana yg dikabarkan dalam ayat ini. Yakni ancaman keras untuk membunuh NabiNYA.
Seperti yg dijelaskan oleh Sayid Qutb dalam tafsir FiZilalil Qur'an yang menyoroti reaksi keras kaum Nabi Nuh a.s sebagai refleksi dari penolakan yg mendalam terhadap ajakan tauhid.
demikian juga penafsiran ibn Abbas dalam Tanwir Al-Miqbas yang menjelaskan bahwa ancaman keras berupa akan merajam nabi Nuh hingga meninggal adalah bentuk ekspresi kebencian mereka terhadap ajakan nabi Nuh a.s untuk meninggalkan berhala.
Selain itu, sebagaimana telah kita ketahui bersama. Bahwa dimensi Al-Qur'an selalu tidak hanya berdimensi lahiriah semata, namun juga selalu memiliki dimensi Bathin. Hal ini yang tersirat oleh sabda Nabi s.a.w, *"Sesungguhnya Al-Qur'an memiliki makna lahiriah (terbuka) dan bathiniah (tersembunyi), memiliki batas dan permulaan"*. Juga pada riwayat yg lain, Rosululloh bersabda, *"Bacalah Al-Qur'an dan temukanlah hal hal tersembunyi (rahasia / bathiniah) darinua"*
Pada suatu riwayat yang ada dalam Ihya' Ulumuddin, Rosululloh s.a.w pernah mengulang ulang bacaan "Bismillahirrohmanirrohim" sebanyak 20 kali. Imam Ghozali r.a menerangkan bahwa hal itu semata mata dilakukan untuk menghayati pengertian bathiniahnya. Jika saja pemaknaan Al-Qur'an hanya sebatas Lahiriah saja tentu itu sangat mudah (tidak perlu sampai diulang ulang), terlebih lagi yang melakukan itu adalah Nabi s.a.w.
Maka, ayat ini pun juga memiliki ruang bathiniah tersendiri. Seperti halnya yang tertuang dalam tafsir Lathoiful Isyarot (Imam Qusyairi) dan tafsir al-Jaylani (Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qodir Jylani) yang cenderung penafsirannya bercorak Sufistik. Beliau beliau r.a menerangkan bahwa ayat ini merefleksikan ibaroh sisi "Self" dalam setiap diri salikin yang tercerahkan dalam bersuluk kehadirat Alloh.
"Nuh" menyimbolkan tentang sisi yang tercerahkan (diri/nafs) itu, yang senantiasa mengajak seluruh _umatnya_ yang disimbolkan sebagai "kaum" untuk turut bergerak menuju Alloh. Namun dikarenakan si-"kaum" atau anggota tubuh terlalu lama berkecimpung dalam ketidak sadaran atau kealpaan, tentu saja kaum ini akan selalu menentang setiap ajakan untuk menuju kesadaran yg lebih tinggi.
Imam Qusyairi memaknai ayat ini sebagai berikut,
...لَئِنْ لَّمْ تَنْتَهِ يٰـنُوْحُ... (Jika kamu tidak berhenti wahai Nuh)
ini merupakan representasi dari suara nafsu yang menolak perbaikan dan kejernihan bathin.
...لَـتَكُوْنَنَّ مِنَ الْمَرْجُوْمِيْنَ. (Niscaya kamu akan dirajam)
Ancaman ini menggambarkan bagaimana kesadaran yg rendah enggan menerima perubahan kearah yg lebih baik, sehingga cenderung menghadirkan ketakutan ketakutan untuk berubah kearah yg lebih baik.
Syaikh Abdul Qodir al-Jylani memaknai kaum Nabi Nuh sebagai rintangan bathin yang menghalangi seseorang mencapai maqom Tauhid secara haq.
Sedangkan merajam erat kaitannya dengan Halangan spiritual berupa ketakutan - ketakutan untuk beranjak menuju wilayah tauhid.
Penjelasan seperti ini tentu sangat kompatibel dengan pengalaman perjalanan spiritual setiap hamba yang bermuroqobah ilalloh.
Pengalaman² berupa ketakutan² tersembunyi dan besitan² keraguan yang terkadang berkeliaran mengganggu dalam perjalanan spiritual, tentu tidak jarang didapati oleh setiap salikin. Tak jarang pula Salikin Dzikir Nafas yang ketika mendapatkan pencerahan, alam fikirannya mempertanyakan akan kadar kebenarannya.
Sepatutnya, jika memang kondisi bathin kita telah sambung kepada Alloh, maka perlu disadari bahwa segala pemahaman dan gerak ajakan adalah semata mata dari Alloh. Jika demikian, sudah semestinya kita mengabaikan segala bentuk lintasan ketakutan dan keraguan. Agar tidak sampai binasa layaknya kaum nabi Nuh a.s.
Wallohu'alam bish-showab 😌🙏🧘
---------
0 comments:
Posting Komentar